Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
Hal ini bisa dilakukan kecuali misalnya perusahaan induk di Indonesia, menjual produk ke luar negeri melalui anak perusahaan di Singapura. “Dia hanya sebagai trader, maka yang dites bukan laba Indonesia tetapi laba Singapura, berarti pakai pembanding dari Singapura,” ucapnya.
Bila demikian, bisa dihitung oleh pihak Indonesia berapa laba Singapura dengan memakai pembanding. “Misal labanya 1% dari penjualan, ya, diterapkan. Jadi belum tentu data pembanding itu berasal dari induk. Adapun banyak juga perusahaan induk yang asalnya dari Indonesia,” ujarnya.
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo bilang, asumsi TP docs adalah ketersediaan data keuangan pembanding.
“Kalau tidak ada, bagaimana penalti mau dikenakan? Apakah fair? Jangan sampai skema penalti tidak applicable di lapangan dan memperbesar potensi dispute yang costly,” kata Yustinus.
Adapun menurutnya jangka waktu 4 bulan setelah berakhirnya tahun buku agak berat untuk TP Doc ini karena laporan keuangan hasil audit belum selesai. “Biasanya belum tersedia data pembanding. Ini akan menyulitkan WP,” katanya.
Asal tahu saja, paket dokumentasi transfer pricing yang dimaksud meliputi dokumen induk (master file); dokumen local (local file); dan Laporan per Negara (Country by Country Report/CBCR). Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/2016 yang berlaku efektif pada 30 Desember 2016.
Untuk master file dan local file, Amin menegaskan seluruh perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi harus membuat dan mempersiapkan keduanya. Terutama untuk perusahaan yang pada tahun pajak sebelumnya memiliki transaksi afiliasi barang berwujud dengan nilai lebih dari Rp 20 miliar atau transaksi lainnya selama tahun sebelumnya, seperti transaksi jasa, pembayaran bunga, dividen, dan pemanfaatan barang tak berwujud lain dengan nilai masing-masing lebih dari Rp 5 miliar.
Achmad Amin menambahkan, perusahaan yang diwajibkan membuat dokumentasi transfer pricing wajib menyediakan local file dan master file paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak. namun, keduanya tidak harus dilampirkan bersama dengan SPT.
Wajib pajak hanya diwajibkan untuk menyampaikan ikhtisar dokumen induk dan dokumen lokal sebagai lampiran SPT PPh Badan Tahun Pajak yang bersangkutan dengan format yang telah distandarisasi dalam Lampiran PMK-213.
“Untuk CBCR diberi waktu lebih panjang, yakni paling lambat 12 bulan setelah akhir tahun pajak harus sudah tersedia. Dan selanjutnya dilaporkan sebagai lampiran SPT PPh Badan Tahun Pajak berikutnya,” jelasnya.
Direktur MUC Tax Research Institute Karsino mengatakan, awal penerapan—yang berlaku efektif mulai tahun pajak 2016—, kebijakan ini menjadi tantangan yang tak mudah untuk dihadapi WP badan. “Karena praktis hanya tersisa kurang dari tiga bulan bagi WP untuk menyiapkan master file dan local file, sedangkan untuk CBCR kurang dari sembilan bulan,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News