Reporter: Ghina Ghaliya Quddus, Ramadhani Prihatini | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kewajiban perusahaan afiliasi untuk menyampaikan dokumen transfer pricing yang terdiri master file dan local file dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2016 paling lambat akhir April 2017, menimbulkan keluhan. Salah satu keluhan adalah tidak adanya data pembanding yang bisa dijadikan acuan kewajaran.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, permasalahan mendasar dalam kewajiban penyerahan dokumen transfer pricing adalah harus ada data pembanding agar perusahaan bisa mengukur nilai kewajaran.
Jika perusahaan Indonesia menggunakan data pembanding perusahaan internasional (crossborder), maka harganya mahal, bisa US$ 5.000 sekali beli atau bila berlangganan, harganya hingga ratusan juta rupiah. "Kalau (data pembanding) tidak tersedia, memang jadi mahal," katanya, Minggu (12/2).
Namun, menurut Yustinus, PMK No.213/PMK.03/2016 mengatur bahwa wajib pajak tidak boleh menggunakan data perbandingan dari luar negeri. "Jika harus dari dalam negeri itu, pemerintah wajib menyediakan. Namun sampai itu belum disediakan," katanya.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol bilang, WP dapat menggunakan data internal pembanding yang dimiliki Ditjen Pajak. Apalagi menurutnya, data dan informasi keuangan untuk dokumen transfer pricing sudah ada dan tersedia di entitas induk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News