Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kesepakatan tarif terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) berpotensi menjadi bumerang bagi Indonesia dalam neraca perdagangan.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut, penurunan tarif dari 32% menjadi 19% memang patut diapresiasi sebagai keberhasilan pemerintah menjalankan negosiasi.
Namun, hambatan non-tarif yang tetap tinggi bisa merugikan pelaku usaha nasional.
“Yang memberatkan itu justru hambatan non-tarif. Ada soal penyebaran data, soal TKDN, soal pelonggaran kebijakan bagi fasilitas AS, dan sebagainya. Itu yang bisa bikin dampaknya ke ekonomi kita lumayan berat,” ujar Tauhid kepada Kontan, Kamis (24/7/2025).
Baca Juga: TKDN Masuk Negosiasi Tarif AS-Indonesia, Ini Catatan Ekonom dan Pelaku Industri
Menurutnya, dengan tarif yang makin rendah bahkan nyaris nol, produk-produk asal AS berpotensi membanjiri pasar Indonesia. “Barang-barang dari Amerika akan jauh lebih mudah masuk. Ini berpotensi membuat Indonesia malah defisit terhadap Amerika,” jelasnya.
Awalnya, AS menetapkan tarif tinggi untuk produk Indonesia akibat defisit neraca dagang sebesar US$ 19,8 miliar yang diklaim Paman Sam. Namun, dengan kesepakatan dagang yang berat sebelah ke Indonesia, Tauhid menilai ada potensi perubahan arah neraca.
“Bukan tidak mungkin kita yang nantinya defisit terhadap AS,” tegasnya.
Tauhid bilang untuk saat ini memang masih sulit memprediksi secara pasti nominal potensi defisit yang dialami Indonesia. Pasalnya, banyak faktor yang belum bisa dihitung, seperti daya saing produk AS dan respons pasar domestik.
Baca Juga: Negosiasi Tarif, AS Klaim Dapat Akses Pasar Tambahan US$ 50 Miliar dari Indonesia
“Kalau ternyata produk Amerika tetap mahal atau bikin ribet, mungkin kita malah cari impor dari negara lain seperti Australia atau Selandia Baru,” tambahnya.
Namun, tentu tetap perlu dilakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi risiko tersebut. Tauhid menyarankan agar pemerintah mendorong AS untuk memperbesar investasinya di Indonesia, bukan hanya ekspor barang.
“Kalau mereka investasi langsung, itu bisa kasih dampak positif, seperti penyerapan tenaga kerja, pertambahan penerimaan negara. Jadi jangan cuma ekspor, tapi investasi nyata,” ujarnya.
Selanjutnya: Transfer Data Pribadi ke AS Disorot, Pemerintah Diminta Tegakkan Kedaulatan Digital
Menarik Dibaca: Strategi dan Teka-Teki: Dua Sisi Baru Dunia Pokemon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News