kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Darmin tak ingin tiba-tiba buat beleid e-commerce


Jumat, 22 Desember 2017 / 21:20 WIB
Darmin tak ingin tiba-tiba buat beleid e-commerce


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku tak ingin terburu-buru membuat beleid yang mengatur mengenai perdagangan secara elektronik atawa e-commerce. Menurut Darmin, pihaknya masih perlu memelototi e-commerce di dalam negeri.

"Jangan buru-buru soal aturan lah. Ini bukan urusan birokrasi saja urusannya. Persoalan kita persisnya apa dulu, baru dirumuskan apa yang harus dilakukan. Baru kita mulai bicara peraturan," kata Darmin di kantornya, (5/12) lalu.

Darmin juga mengaku, pemerintah ingin memulai kebijakan tersebut dari ekonomi digital. Sebab, ekonomi digital merupakan induk teratas dari e-commerce.

Oleh karena itu, dirinya masih perlu duduk bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas hal itu.

Setelah pemerintah membahas dan berhasil mengidentifikasi permasalan-permasalan ekonomi digital yang ada selama ini, kemudian dilanjutkan dengan perumusan peraturan, tata kelola perusahaan e-commerce, hingga perusahaan financial technology (fintech).

"Jadi enggak bisa lah belum apa-apa, langsung tiba-tiba, langsung masuk ke cabangnya. Nanti kita kehilangan bonggol dari persoalannya," tandas Darmin.

Gubernur BI Agus Martowardojo sebelumnya juga pernah menyebut sejumlah masalah yang menjadi sumber pemanfaatan era digital Indonesia yang belum optimal. Pertama, karena penetrasi internet di Indonesia yang masih rendah, sebesar 51% di tahun 2016.

Angka itu kata Agus, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 71% dan Thailand 67%. Di negara-negara maju, jauh lebih tinggi, seperti Inggris dan Jepang yang telah mendapai lebih dari 90%.

Kedua, karena kecepatan rata-rata koneksi internet di Indonesia berada di peringkat 18 dari 20 negara, di bawah Malaysia dan Thailand yang masing-masing berada di peringkat 11 dan 15.

Ketiga, "Cakupan layanan 4G di Indonesia juga baru mencakup 23%," kata Agus, (9/8 lalu).

Keempat, karena pengeluaran investasi di bidang teknologi informmasi masih tertinggal dibanding negara lain. Padahal, memasuki era digital, anggaran investasi perlu memadai, tetapi tetap efektif dalam artian bukan penggelembungan anggaran (mark up).

Kelima, karena investasi teknologi di sektor-sektor utama yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti manufaktur dan pertambangan relatif rendah. Bahkan cenderung lebih rendah dibanding negara lain dalam kelompok yang sama.

Walaupun, investasi di kelompok tersier yang cukup tinggi di Indonesia berupa e-commerce dan fintech di tahun 2016 diperkirakan mencapai US$ 1,7 miliar.

Jika hambatan era digital di Tanah Air bisa diatasi maka akan menambah produk domestik bruto (PDB) di delapan tahun yang akan datang atau tahun 2025. "Diperkirakan digital ekonomi mampu memberi nilai tambah US$ 115 miliar PDB. Jadi sekitar 10% dari PDB Indonesia di 2025 mendatang," tuturnya.

Tak hanya itu, nilai tambah tersebut juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja hingga 4 juta orang. Hal tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh McKinsey Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×