Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menetapkan pajak di perdagangan elektronik (e-commerce). Aturan ini menjadi bagian dari tiga payung hukum terkait konten internet dan e-commerce yang akan dirampungkan tahun depan.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan aturan pajak.
Yustinus berpendapat, sikap hati-hati ini dibutuhkan mengingat e-commerce sedang berkembang di Indonesia. Dengan begitu, nantinya keputusan yang diambil tidak akan bersifat kontraproduktif bagi pelaku usaha.
"Paradigmanya kan memberikan insentif supaya e-commerce bertumbuh. Tetapi pajaknya fair, kita tarik beban optimal yang tidak memberatkan, tetapi mereka harus bayar," ujar Yustinus kepada Kontan.co.id, Rabu (20/12).
Dia pun mengatakan, pajak yang paling mudah diterapkan adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dimana pajak ini dikenakan kepada konsumen. Setelah itu, barulah secara bertahap pajak dikenakan bagi pelaku usaha. "Yang penting nantinya teregister di sitem sehingga lebih mudah melakukan pengawasan," ujarnya.
Melakukan perbandingan dengan negara lain dalam memperlakukan e-commerce dianggap penting oleh Yustinus.Ini dilakukan supaya tidak ada distorsi pasar karena pelaku ragu untuk berinvestasi karena adanya pajak.
Menurut Yustinus, prinsip pajak yang berlaku untuk e-commerce tidak berbeda dengan konvensional. Hanya saja, saat ini berkembang model bisnis baru, sehingga memunculkan grey area. Grey area ini dilihat dari sisi regulasi hingga hingga cara pemajakannya.
"Bagaimana cara memajak e-commerce ini, apakah melalui kurir, payment gateway, atau membayar sendiri belum ada keputusan, sehingga ada anggapan bahwa e-commerce belum membayar pajak karena belum ada ketegasan apa yang akan dilakukan dan bagaimana caranya," terang Yustinus.
Karena itu, dia berharap, pemerintah diharapkan dapat menyiapkan kebijakan yang komprehensif sehingga mempermudah penjual dan pembeli. Mempermudah penhambilan pajak, penetapan tarif pajak yang tidak terlalu tinggi, serta memperlakukan sistem pelaporan yang memberatkan pelaku usaha.
Tak hanya itu, Yustinus pun berpendapat pemerintah perlu mendapatkan masukan dari para pelaku usaha. "Harus diakomodir supaya aspirasi mereka sebisa mungkin dipenuhi, tetapi tidak bertentangan dengan visi pemerintah dan industri," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News