kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Daripada Kerek Tarif PPN, Pemerintah Disarankan Cabut Insentif bagi Pengusaha Kaya


Jumat, 26 Juli 2024 / 14:53 WIB
Daripada Kerek Tarif PPN, Pemerintah Disarankan Cabut Insentif bagi Pengusaha Kaya
ILUSTRASI. Pengunjung berbelanja sepatu anak di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/5/2024). Pengamat Sarankan Pemerintah Cabut Insentif bagi Pengusaha Kaya Dibandingkan Naikkan Tarif PPN.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masyarakat masih harap-harap cemas menanti keputusan pemerintah terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 mendatang. Kebijakan tersebut nantinya akan ditentukan oleh pemerintahan baru. 

Sebagaimana yang sudah diketahui, tarif PPN 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Mengacu pada Pasal 7 Ayat 1 UU tersebut mengatur bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat 1 Januari 2025 mendatang, setelah kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022.

Baca Juga: Target Penerimaan Pajak 2025 Hitung PPN 12%,Keputusan Naik Ada di Pemerintahan Baru

Konsultan Pajak PT Botax Consulting, Raden Agus Suparman menilai, pemerintah disarankan tidak mengandalkan penerimaan pajak dengan menaikkan tarif. Sebaliknya, ia menyarankan agar pemerintah menurunkan tarif PPN menjadi 10%. Alasannya, keputusan menaikkan tarif mendesak dalam kondisi perekonomian saat ini. 

Raden justru berharap agar pemerintah memilih mencabut insentif PPN yang selama ini dinikmati oleh pengusaha mampu.

“Contohnya pembebasan PPN jasa keuangan sebaiknya dicabut. Artinya, semua jasa keuangan dikenai PPN. Maka dampaknya bagi penerimaan perpajakan akan sangat signifikan,” tutur Raden kepada Kontan, Jumat (26/7).

Adapun bila mengacu pada Laporan Belanja Perpajakan 2022 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan, PPN yang dibebaskan atas hasil kelautan dan perikanan pada tahun 2025 juga cukup besar. Tahun 2025 diproyeksikan PPN atas hasil kelautan dan perikanan diperkirakan sekitar Rp 26,5 triliun, naik dari proyeksi tahun ini sebesar Ro 23,1 triliun.

Baca Juga: Target Penerimaan Pajak 2025 Dinilai Cenderung Pesimistis Meski Ada Kenaikan PPN 12%

Raden menilai, jika pemerintah menghapus insentif tersebut, maka tambahan penerimaan PPN sebesar Rp 26,5 triliun dalam setahun sangat besar.

“Tambahan penerimaan tersebut bahkan baru dengan memperhitungkan asumsi tarif PPN masih 11%. Ditambahkan potensi PPN dari jasa keuangan sebesar Rp 19 triliun. Dari dua sektor usaha, pemerintah dapat menambah penerimaan PPN sebesar Rp 45 triliun,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×