kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.870   -15,00   -0,09%
  • IDX 7.438   54,95   0,74%
  • KOMPAS100 1.131   10,69   0,95%
  • LQ45 887   11,61   1,33%
  • ISSI 226   1,35   0,60%
  • IDX30 455   7,04   1,57%
  • IDXHIDIV20 546   9,97   1,86%
  • IDX80 129   1,52   1,20%
  • IDXV30 133   3,30   2,54%
  • IDXQ30 151   2,22   1,50%

Target Penerimaan Pajak 2025 Dinilai Cenderung Pesimistis Meski Ada Kenaikan PPN 12%


Kamis, 25 Juli 2024 / 16:47 WIB
Target Penerimaan Pajak 2025 Dinilai Cenderung Pesimistis Meski Ada Kenaikan PPN 12%
ILUSTRASI. Karyawan makan siang pada hari pertama masuk kerja usai libur panjang lebaran di pujasera Mal Ambasador Jakarta, Selasa (16/4/2024).


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tampaknya pesimistis dalam mengerek target penerimaan pajak pada 2025 mendatang, meski sudah memperhitungkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.

Untuk diketahui, pemerintah menargetkan rasio penerimaan pajak pada 2025 di kisaran 10,09% hingga 10,29% dari produk domestik bruto (PDB). Target tersebut hanya naik tipis dari tahun ini yakni sebesar 10,12% dari PDB bila dibandingkan dengan batas atas penerimaanya.

Konsultan Pajak PT Botax Consulting, Raden Agus Suparman, menilai, di tengah asumsi ekonomi makro yang cenderung optimistis, target penerimaan pajak yang diusung pemerintah justru pesimistis.

Misalnya saja pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,5% batas atas pada 2025, lebih tinggi dari target tahun ini sebesar 5,2%.

Baca Juga: Target Penerimaan Pajak 2025 Sudah Memperhitungkan PPN 12%

Bila mengutip dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025 disebutkan, prospek penerimaan perpajakan diperkirakan membaik di tahun 2025 seiring dengan membaiknya perekonomian dan risiko ketidakpastian ekonomi global.

Di samping itu, Ia juga menduga pemerintah belum mampu menaikkan rasio pajak. Hal ini terlihat dari target penerimaan pajak dalam lima tahun ke depan yang ternyata tidak tumbuh signifikan.

Hal tersebut terlihat dari target penerimaan pajak batas atas pada 2025 sebesar 10,29% dari PDB, tahun 2026 10,39% dari PDB, 2027 10,66% dari PDB. 2028 11,05% dari PDB, dan tahun 2029 11,48% dari PDB.

Hasil hitungannya, target tersebut menggunakan asumsi pertumbuhan penerimaan perpajakan dari tahun 2019 sampai 2023 sebesar 8,5%.

Namun menurunnya asumsi pertumbuhan tersebut seharusnya tidak termasuk kenaikan PPN 12%. Meskipun pemerintah menyatakan sudah menghitung target kisaran penerimaan pajak berdasarkan kenaikan PPN 12%. Ia menduga, perhitungan tersebut moderat yang cenderung pesimistis.

Baca Juga: PPN DTP Dipangkas, Asei Proyeksikan Asuransi Properti Terus Tumbuh

“Jadi, kesimpulan saya faktor penyebab kenaikan PPN 12% tidak begitu besar mendorong penerimaan pajak tahun 2025, karena asumsi yang digunakan adalah pertumbuhan penerimaan pajak dari 2019-2023 sebesar 8,5%,” tutur Raden kepada Kontan, Kamis (25/7).

Menurutnya, dengan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025, pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2025 seharusnya meningkat signifikan bila  dibandingkan dengan tahun 2024.

“Dengan tarif 11%, kontribusi penerimaan PPN itu sekitar 3,5% dari PDB. Maka dengan tarif 12% penerimaan PPN harusnya lebih besar dari 3,5%,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Susiwijono Moegiarso menyampaikan, dalam proses penyusunan postur dan target penerimaan pajak tahun depan memang sudah memperhitungkan kenaikan PPN 12%.

“Semua asumsi, semua antisipasi apa pun sudah dijadikan dasar dalam membuat posturnya Jadi sebenarnya memang sudah dihitung (PPN 12%). Semua sudah panjang prosesnya,” tutur Susi kepada awak media, Kamis (25/7).

Baca Juga: Summarecon Agung (SMRA) Kejar Target Marketing Sales

Meski begitu, ia menyebut implementasi kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025 akan tetap menyesuaikan keputusan pemerintahan baru. Artinya masih ada kemungkinan kebijakan tersebut akan ditunda.

Susi juga menambahkan, saat ini pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono yang juga merupakan keponakan Prabowo Subianto, Presiden terpilih 2024 – 2029.

“Selama ini Pak Wamen II kan sudah diskusi panjang, dan itu sangat tepat sekali supaya transisinya nanti bisa langsung jalan. Sehingga secara umum sudah terlibat di dalam perumusan. Jadi saya kira malah akan lebih bagus dan smooth lagi di dalam transisinya semuanya,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×