Reporter: Nurtiandriyani Simamora, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai lambatnya penyerapan belanja daerah disebabkan masalah klasik, mulai dari perencanaan yang kurang matang, proses pengadaan yang lambat, hingga keterbatasan kapasitas SDM birokrasi di daerah.
“Akibatnya, dana yang seharusnya menggerakkan ekonomi lokal justru berputar pasif di bank dan hanya menambah idle money tanpa multiplier effect,” kata Rizal.
Ia menyarankan penerapan pola insentif dan disinsentif berbasis kinerja sebagai jalan tengah.
Baca Juga: Dana Pemda Ratusan Triliun Mengendap di Bank, Belanja Daerah Masih Seret
Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menambahkan bahwa keterlambatan belanja daerah dipicu beberapa faktor mendasar.
“Secara umum, terlambatnya belanja daerah ini karena beberapa hal. Pertama, terlambatnya penetapan perda APBD di daerah, sehingga berimbas pada mundurnya eksekusi anggaran,” ujarnya kepada *Kontan*, Jumat (26/9/2025).
Selain itu, kata Trioksa, faktor lain adalah terjadinya gagal lelang yang membuat pemerintah daerah harus mengulang proses lelang, serta belum siapnya kegiatan atau persiapan teknis di lapangan.
“Eksekusi anggaran bisa terlambat karena kegiatan di lapangan memang belum siap. Hal ini membuat serapan anggaran berjalan lebih lambat,” jelasnya.
Selanjutnya: Mengais Sisa Peluang Saat Investor Asing Hengkang
Menarik Dibaca: Drama Transfer 2025: Ultimatum Mainoo dan Kegelisahan Yamal di Barcelona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News