kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.348.000   -50.000   -2,09%
  • USD/IDR 16.726   -19,00   -0,11%
  • IDX 8.370   -1,56   -0,02%
  • KOMPAS100 1.159   1,71   0,15%
  • LQ45 844   2,78   0,33%
  • ISSI 293   0,51   0,17%
  • IDX30 443   1,88   0,43%
  • IDXHIDIV20 509   1,38   0,27%
  • IDX80 131   0,22   0,17%
  • IDXV30 136   -1,02   -0,74%
  • IDXQ30 140   0,57   0,41%

Dampak Lingkungan MBG: Sampah Makanan Melonjak di Cimahi


Minggu, 16 November 2025 / 15:30 WIB
Dampak Lingkungan MBG: Sampah Makanan Melonjak di Cimahi
ILUSTRASI. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kota Cimahi, Chanifah Listyarini


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai menimbulkan masalah lingkungan baru di tingkat daerah. Peningkatan volume sampah sisa makanan dari program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut membebani sistem pengelolaan persampahan di Jawa Barat.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kota Cimahi, Chanifah Listyarini mengungkapkan bahwa meski MBG memiliki tujuan mulia dari sisi kesehatan, dampak sampingannya terhadap lingkungan perlu menjadi perhatian serius. Di mana, volume sampah organik sisa makanan melonjak drastis.

“Kami juga sekarang punya masalah dengan program MBG (Makan Bergizi Gratis). MBG itu juga luar biasa,” ujar Chanifah saat ditemui di Cimahi, Rabu (14/11/2025).

Chanifah bahkan mengaku, pihaknya sempat enggan untuk mengurus sampah organik yang dihasilkan oleh program tersebut. Hal ini mengingat beban pengelolaan sampah Kota Cimahi yang sudah tinggi.

Baca Juga: BGN Perintahkan SPPG Siapkan Dua Jenis Lauk Setiap Hari untuk Menu MBG

“Tapi ini karena program nasional, jadi yang tadinya kami enggak mau ngurusin, akhirnya kami harus ngurusin karena sampah organiknya tinggi,” tambahnya.

Meski mendapat tambahan beban kerja, Chanifah menyatakan Pemkot Cimahi tetap berupaya mencari solusi cepat. Salah satunya adalah dengan mengandalkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Lebak Saat yang dikembangkan khusus untuk menangani sampah organik.

Solusi yang diterapkan adalah memanfaatkan teknologi Black Soldier Fly (BSF) atau lalat tentara hitam. Larva atau maggot dari BSF memiliki kemampuan mengurai sampah organik dengan sangat cepat dan tidak menimbulkan bau.

“Kami masih bersyukur karena dibangunkan ada site beda, yaitu tadi di TPST Lebak Saat, untuk menangani sampah organik yaitu dengan mengembangkan BSF,” jelasnya.

Baca Juga: Kebutuhan Ikan untuk MBG Capai 70.000 Ton, Tambak Besar Akan Dibangun di Jawa Tengah

Maggot ini dinilai efektif dan juga memiliki nilai ekonomi turunan. “Maggot ini rakus, makan sampah dan tidak bau. Maggot ini nanti akan banyak produk turunan yang bisa kita berikan, bisa untuk pakan ikan, bisa untuk pakan ayam dan ternak,” papar Chanifah.

Di sisi lain, dia menekankan bahwa penanganan sampah tidak bisa hanya bertumpu pada pembangunan infrastruktur di tingkat akhir. Kunci utama penyelesaian masalah sampah rumah tangga, yang di Cimahi saja mencapai 230-250 ton per hari (belum termasuk sampah MBG), adalah partisipasi aktif masyarakat dari hulu.

"Sebetulnya yang dibereskan adalah di hulu. Bagaimana masyarakat ikut responsible, ikut bertanggung jawab terhadap sampahnya, yaitu pilah di tingkat rumah tangga," tegasnya.

Baca Juga: Tak Capai Target, BGN Akui MBG Hanya Bisa Capai 70 Juta Penerima Manfaat Tahun Ini

Selanjutnya: Permenkes Digodok, BPJS Kesehatan Permudah Rujukan Layanan Tanpa Faskes Tingkat I

Menarik Dibaca: Apakah Timun Bisa Menurunkan Kolesterol Tinggi atau Tidak? Ini Jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×