Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memproyeksikan, apabila pandemi virus corona di Indonesia bisa berakhir dengan cepat, atau setidaknya pada 29 Mei seperti asumsi Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), maka tingkat pengangguran pada level 4,8%-5% kemungkinan bisa tercapai.
Namun, apabila pandemi ini berlangsung sampai Agustus maka diperkirakan target tersebut akan sulit dicapai.\
Baca Juga: BPS: Jika corona berakhir Mei 2020, target tingkat pengangguran 5% bisa tercapai
Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan menilai, apabila pandemi ini berlangsung sampai dengan Agustus, maka akan ada beberapa sektor yang akan menyumbang tingkat pengangguran terbanyak.
Diantaranya adalah sektor industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, pertanian, serta jasa. Menurut Fajar, berbagai sektor tersebut memiliki kontribusi tenaga kerja yang cukup besar.
Fajar menjelaskan, bahkan sejak bulan April 2020 lalu, tingkat penurunan kinerja perekonomian Indonesia memang sudah cukup terlihat. Terutama pada industri pengolahan dengan tingkat penyumbang ekonomi sebesar 20%, perdagangan termasuk ritel sebesar 13%, dan konstruksi sebesar 10%.
"Sektor-sektor ini pun jika dilihat komposisi tenaga kerjanya cukup besar, yaitu 19% dari total tenaga kerja untuk sektor perdagangan, disusul industri pengolahan sebesar 14%, dan konstruksi sebesar 6%," ujar Fajar kepada Kontan.co.id, Minggu (3/5).
Baca Juga: Ini sektor yang diramal akan paling banyak hasilkan pengangguran
Ia melanjutkan, adanya gangguan suplai bahan baku akibat tidak lancarnya distribusi atau logistik internasional, serta penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara langsung mempengaruhi kinerja sektor-sektor tersebut.
Kemudian, hubungan antara kinerja produksi dan produktivitas tenaga kerja pada akhirnya menjadi indikator yang menjadi sorotan bagi pihak manajemen perusahaan. Imbasnya, perusahaan-perusahaan tersebut mau tidak mau harus melakukan pengurangan tenaga kerja agar bisa tetap bertahan.
"Memang jika dilihat dari data, masih ada sektor pertanian yang kontribusi ekonominya mencapai 13% dan tenaga kerjanya mencapai 28-29%, tetapi sektor ini masih relatif ambigu," paparnya.
Baca Juga: Wabah corona merebak, BPS catat iklan lowongan kerja turun 70% dalam sebulan
Fajar mengartikan, ambigu dalam pengertian tersebut artinya proses produksi masih berjalan, tetapi terjadi excess supply karena keran ekspor masih agak terganggu. Kemungkinan adanya pengurangan tenaga kerja di sektor ini pun ada.
Terlebih, karena harga jual yang semakin merosot membuat perusahaan harus putar otak untuk meng-cover biaya operasional. Akibatnya, salah satunya yang mungkin terjadi adalah pengurangan tenaga kerja.
Meski begitu, Fajar tidak mengesampingkan kenyataan bahwa sektor pariwisata dan transportasi juga paling terdampak dan akan berkontribusi pada tingkat pengangguran. Namun demikian, apabila dihitung kontribusi tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha, maka sektor tersebut hanya menyumbang kurang dari 5%.
Lebih lanjut, pada saat pemulihan setelah adanya wabah ini, Fajar menyarankan agar pemerintah dapat menyiapkan berbagai fasilitas yang dapat menormalisasi kinerja sektor tersebut.
Baca Juga: Khusus angkot, Pertamina beri cashback 50% untuk pembelian Pertalite dan Dexlite
Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari fasilitas atau insentif impor bahan baku, fasilitas ekspor, dan masih banyak lagi. "Khusus untuk ketenagakerjaan, perlu ada insentif bagi sektor yang berorientasi padat karya, misalnya pembebasan pajak untuk beberapa periode tertentu bila perusahaan tersebut mampu kembali menyerap tenaga kerja," kata Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News