kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Core sebut alokasi dana penanganan Covid-19 masih belum cukup, ini alasannya


Rabu, 03 Juni 2020 / 20:38 WIB
Core sebut alokasi dana penanganan Covid-19 masih belum cukup, ini alasannya
ILUSTRASI. Peneliti melakukan formulasi Rapid Test CePAD Antigen di Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Tekad Mandiri Citra dan Pakar Biome


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan anggaran penanganan virus Corona (Covid-19) menjadi Rp 677,2 triliun, jumlah tersebut mengalami peningkatan dari alokasi anggaran sebelumnya yang sebesar Rp 405,1 triliun.

Adapun alokasi anggaran ini akan digunakan pemerintah untuk membiayai beragam instrumen kebijakan. Seperti untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial, dukungan kepada UMKM, insentif dunia usaha, pembiayaan untuk korporasi, serta untuk dukungan sektoral dan Pemerintah Daerah (Pemda).

Baca Juga: Ada pandemi corona, revisi RKAB perusahaan tambang bakal lebih bervariasi

Anggaran ini sebenarnya telah dinaikkan sebanyak dua kali oleh pemerintah. Pada awalnya, pemerintah mengalokasikan dana stimulus pertama sebesar Rp 150 triliun. Kemudian, alokasi dana tersebut mengalami penyesuaian di bulan Maret menjadi Rp 405,1 triliun, saat ini pemerintah kembali menaikkan anggaran penanganan Covid-19 menjadi sebesar Rp 677,2 triliun.

Meskipun telah mengalami peningkatan yang begitu besar, tetapi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia berpandangan bahwa peningkatan anggaran yang diajukan untuk pemulihan ekonomi nasional masih jauh dari ideal.

Di dalam riset terbarunya pada Rabu (3/6), Direktur Riset Core Piter Abdullah Redjalam, Ekonom Core Muhammad Ishak Razak, serta Peneliti Core Fathya Nirmala Hanoum menjelaskan, ada tiga catatan yang mendasari alasan kurangnya biaya penanganan Covid-19 yang dialokasikan oleh pemerintah.

Pertama, adanya kebutuhan anggaran kesehatan yang lebih besar untuk penanggulangan wabah. Pemerintah dinilai perlu memprioritaskan anggaran kesehatan apabila ingin mendorong pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Menaker minta gubernur dorong perusahaan persiapkan diri mengantisipasi dampak Covid

Apalagi pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan memasuki fase new normal.

Jika penerapan kebijakan new normal ini tidak diikuti dengan pendekatan kesehatan, maka dikhawatirkan Indonesia tidak akan siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya lonjakan jumlah kasus baru, atau yang disebut sebagai second wave.

Terlebih jika merujuk pada tren peningkatan kasus baru di Indonesia yang masih tinggi dan jumlah tes yang dilakukan masih relatif sangat rendah.

"Core Indonesia mendorong pemerintah untuk meningkatkan anggaran kesehatan setidaknya sampai dengan Rp 100 triliun yang dialokasikan khusus untuk kebutuhan alat kesehatan, seperti ventilator hingga test kit," ujar tim ekonom Core di dalam risetnya, Rabu (3/6).

Baca Juga: Inflasi rendah karena permintaan turun, BI perlu pangkas bunga lagi 25 bps

Kedua, adanya asumsi tambahan penduduk miskin yang berpotensi jauh lebih besar. Sebelumnya, pemerintah memang telah mengalokasikan dana sebanyak Rp 178,9 triliun sebagai bantuan untuk rumah tangga miskin, rentan, dan terdampak Covid-19.

Meski demikian, angka yang diajukan pemerintah tersebut diperkirakan masih terlalu kecil apabila dibandingkan dengan potensi lonjakan penduduk miskin akibat wabah Covid-19. Dengan skenario sangat berat, asumsi wabah Covid-19 berlangsung hingga akhir tahun, serta kebijakan PSBB diberlakukan secara lebih luas di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa, maka potensi pertambahan penduduk miskin bisa mencapai 12,2 juta orang.

Dengan asumsi tersebut, Core Indonesia memperkirakan kebutuhan bantuan untuk masyarakat miskin dalam skenario sangat berat bisa mencapai Rp 234 triliun. Jumlah ini tentu lebih tinggi dari anggaran bantuan konsumsi yang diajukan pemerintah saat ini senilai Rp 178,9 triliun.

Ketiga, perlu adanya alokasi dana pemulihan bagi swasta. Pemerintah saat ini memang telah mengalokasikan dana untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun dalam kondisi seperti sekarang, Core Indonesia menilai bantuan semestinya juga diberikan pada pelaku usaha swasta.

Baca Juga: Penambahan dana penanganan corona menggambarkan dampak pandemi yang makin luas

Stimulus yang sudah ditempuh pemerintah untuk pelaku swasta adalah memberikan keringanan pajak, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pelonggaran restrukturisasi kredit. Kedua kebijakan ini memang sangat membantu mengurangi tekanan likuiditas dunia usaha termasuk swasta.

Meski demikian, efek samping dari gencarnya restrukturisasi kredit ini adalah berkurangnya likuiditas perbankan. Maka dari itu, upaya pemerintah menempatkan dana di bank-bank jangkar diperkirakan tidak akan banyak membantu likuiditas perbankan.

"Menurut hitungan CORE Indonesia, apabila perbankan melakukan restrukturisasi kredit terhadap 25% dari total kredit yang disalurkan, maka perbankan akan mengalami penurunan likuiditas sekitar Rp 631 triliun. Alokasi anggaran bantuan pemerintah berupa penempatan dana di perbankan terlalu kecil bila dibandingkan penurunan likuiditas yang dialami perbankan," ungkap tim Core.

Baca Juga: Terdampak corona, pemerintah diminta perbaiki kebijakan sektor pertanian

Jika diakumulasikan dengan tambahan anggaran di atas, maka Core Indonesia memprediksi belanja negara di tahun ini akan meningkat menjadi Rp 3.479 triliun. Penerimaan negara sampai dengan akhir tahun diperkirakan hanya akan mencapai Rp 1.691 triliun, dengan demikian maka defisit anggaran akan mencapai Rp 1.821 triliun.

"Apabila jumlah ini ditambah dengan pembiayaan investasi sebesar Rp 178 triliun dan utang jatuh tempo pada tahun 2020 yang diperkirakan akan mencapai Rp 426 triliun, maka total pembiayaan utang bruto di tahun ini akan mencapai Rp 2.426 triliun," papar tim Core.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×