Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
Yusuf menjelaskan, pertumbuhan sektor manufaktur yang lambat berimplikasi pada penerimaan pajak di sektor tersebut. Padahal, penerimaan pajak sektor manufaktur mengambil porsi terbesar yaitu hampir 30% dari keseluruhan.
Tambah lagi, realisasi nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah sampai saat ini masih di bawah asumsi APBN yakni masing-masing Rp 15.000 per dollar AS dan US$ 70 per barel. Hal ini menyebabkan penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor migas menurun.
Terbukti, penerimaan PPh migas semester I-2019 hanya tumbuh 0,31% secara tahunan (yoy) atau sebesar Rp 30,16 triliun. Begitu juga PNBP sumber daya alam (SDA) yang per akhir Juni tumbuh negatif 5,8% atau hanya mencapai Rp 70,73 triliun.
Baca Juga: Masih melihat situasi, Kemenkeu belum pastikan strategi front loading untuk APBN 2020
“Karakteristik APBN kita, realisasi yang lebih tinggi dari asumsi itu berdampak menambah penerimaan. Tapi kondisi sekarang berkebalikan,” lanjut Rendy.
Dalam proyeksinya, Core Indonesia menghitung defisit anggaran bisa mencapai Rp 317 triliun sampai dengan Rp 342 triliun. Ini setara dengan 2% - 2,1% dari PDB.
Penerimaan negara diprediksi hanya mencapai Rp 1.960 triliun - Rp 1.970 triliun. Sementara, belanja negara diperkirakan sebesar Rp 2.228 triliun - Rp 2.313 triliun.
Baca Juga: Penasaran dengan skema tukar guling aset Jakarta untuk ibukota baru?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News