Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) masih menyusun aturan untuk bisnis jual beli online (e-commerce) berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Aturan yang disiapkan tersebut mencakup dari sisi kepabeanan dan pajak.
Khusus dalam hal perpajakan e-commerce domestik, selain akan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final untuk pebisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) yang saat ini sebesar 1% menjadi 0,5%. Pemerintah juga akan menurunkan batasan (threshold) dari status Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sebagai PKP, orang tersebut wajib memungut PPN 10 persen dari pembeli atau pengguna jasa kena pajak dengan menerbitkan Faktur Pajak. Selain itu, dalam hal PPh, tarif yang dikenakan bukan lagi tarif PPh final UKM.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, bila threshold tersebut diperkecil memiliki risiko.
“Terutama yang untuk PPN ini, harus dipikirkan matang-matang timing-nya. Implikasinya luas, harus ada kesiapan sistem administrasinya,” kata Yustinys kepada KONTAN, Jumat (19/1).
Namun demikian, ia setuju apabila threshold ini diturunkan, tetapi dengan catatan harus disertai kebijakan yang lebih komprehensif.
“Misalnya hanya untuk wajib pajak (WP) orang pribadi (OP), ada periode boleh ikut skema final, dan sistem administrasi/aplikasi yang mempermudah UKM sekaligus memungkinkan pengawasan,” jelasnya.
“Khawatirnya penurunan threshold tanpa identifikasi dan antisipasi juga akan mendorong WP mengecilkan omzet dengan memecah usaha,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, Idealnya memang threshold PKP tidak terlalu tinggi. “Ini dulu kan startnya yang keliru,” ucap dia.
Asal tahu saja, saat ini dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, pemerintah telah menetapkan batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai PKP sebesar Rp 4,8 miliar setahun. Sebelumnya, omzet pengusaha kecil yang kena pajak minimal Rp 600 juta setahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News