Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan fondasi pelaksanaan reformasi bidang perpajakan. Oleh karena itu, pada tahun depan, tim reformasi perpajakan berupaya menguatkan apa yang sudah berjalan saat ini.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) dan anggota Tim Reformasi Perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, sejauh ini, sinergi di tingkat normatif sudah oke. Menurutnya, ada kemajuan yang terlihat, tetapi di lapangan masih ada implementasi yang berbeda-beda.
Selain itu, dari teknis juga masih ada kendala. "Ada beberapa yang mau dilakukan tetapi belum ada aturannya, lalu terkendala institusi yang di luar Kementerian Keuangan (Kemkeu), ini harus diatasi bersama," kata Yustinus di Kantor Kemkeu, Rabu (25/10).
Oleh karena itu, Yustinus mengatakan, reformasi pajak ini harus bergerak lebih jauh dari sekadar dalam lingkup Kemkeu seperti dengan Kemenperin, Kemendag, dan BPOM. Hal ini agar reformasi lebih efektif.
"Menurut saya reformasi pajak harus lampaui Kemkeu. Evil is in the details. Detailnya ada di sana. Lantas kebanyakan di Kemendag, Kemenperin, BPOM," jelasnya.
Ia melanjutkan, masalah dari rumitnya perpajakan ini sudah jelas, yakni harmonisasi, sinkronisasi, dan kebijakan yang berbeda-beda. Di sini tertib, di tempat lain tidak ikutan." Jadinya as usual saja dan masih ada sumbatan," paparnya.
Oleh karena itu, menurut Yustinus, kebijakan normatif harus didisiplinkan dari bawah ke atas. Selain itu, perlu ada report monitoring dan evaluasi yang terukur. "Sama tidak policy-nya bottom up? Kalau tidak, ya harus ada punishment," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News