Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak pemerintah segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) paling lambat 2026.
CISDI menilai penundaan hanya akan memperburuk krisis kesehatan masyarakat, mengingat Indonesia kini menempati peringkat kelima dunia jumlah penderita diabetes terbanyak, yakni 20,4 juta orang.
Tanpa intervensi, studi CISDI (2024) memperkirakan keterlambatan penerapan cukai MBDK berpotensi menimbulkan 8,9 juta kasus baru diabetes tipe 2 dan 1,3 juta kematian akibat penyakit tersebut pada 2034.
Penerapan cukai yang berefek pada kenaikan harga akan menurunkan permintaan produk MBDK dan beralihnya konsumen dari produk MBDK akibat dampak penerapan cukai.
Baca Juga: Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Masih Tunggu PP
Studi CISDI (2025) menunjukkan penerapan cukai yang meningkatkan harga produk sebesar 20% dapat menurunkan konsumsi MBDK hingga 18% secara rata-rata. Penurunan konsumsi ini sekaligus mendorong peralihan konsumsi MBDK ke air mineral dan minuman tidak berpemanis.
Dalam ringkasan kebijakan terbarunya, CISDI mengajukan lima rekomendasi utama:
Pertama, segera terapkan cukai MBDK, yang berpotensi mencegah 3,1 juta kasus diabetes baru dan 455.000 kematian. Pasalnya Wacana penerapan cukai MBDK muncul pada 2016, namun hingga hari ini belum diterapkan.
Padahal, Studi CISDI (2024) menunjukkan penerapan cukai MBDK pada 2024 mampu mampu mencegah 3,1 juta kasus diabetes baru dan lebih dari 455.000 kematian.
Kedua, menerapkan desain tarif volumetrik yang meningkatkan harga jual MBDK minimal 20%. Kenaikan ini sejalan dengan rekomendasi WHO yang menargetkan kenaikan hingga 50% pada 2035.
Ketiga, penerapan cukai MBDK penting untuk mengatasi eksternalitas (dampak) negatif dari segi kesehatan dan lingkungan. Cukai MBDK berpotensi mengurangi beban pembiayaan BPJS Kesehatan maupun dampak lingkungan dari limbah plastik dan kaleng.
Keempat, rancang kebijakan dengan merujuk bukti ilmiah dan praktik terbaik internasional. Pendekatan ini bertujuan agar kebijakan tepat sasaran dan berkelanjutan.
Kelima, mendorong kebijakan komprehensif pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Terapkan label peringatan depan kemasan, pembatasan pemasaran produk tinggi GGL, serta penerapan cukai pada produk dengan natrium dan lemak trans tinggi.
“Cukai MBDK bukan pajak baru, melainkan instrumen kesehatan publik berbasis bukti yang terbukti efektif di 99 negara,” ujar Chief Research & Policy CISDI, Olivia Herlinda di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Baca Juga: Chatime Hingga Es Teh Bebas Pungutan Cukai Minuman Berpemanis
Selanjutnya: Kurs Rupiah Menguat Tipis, Masih Berada di Sekitar Rp 16.500, Rabu (10/9)
Menarik Dibaca: 16 Cara Sederhana untuk Menghilangkan Stres Menurut Riset
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News