kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   -25.000   -1,30%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Rencana Cukai MBDK Belum Jalan, Ancaman Diabetes Terus Mengintai


Sabtu, 07 Juni 2025 / 20:15 WIB
Rencana Cukai MBDK Belum Jalan, Ancaman Diabetes Terus Mengintai
ILUSTRASI. Konsumen memimilih minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di minimarket Jakarta, Jumat (10/1/2025). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana akan mulai memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada semester II-2025. Namun pihaknya akan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/10/01/2024.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seorang ibu rumah tangga di Jakarta Selatan, Intan (35), sedang berbaring sendirian sambil termenung di ruang inap rumah sakit.

Dirinya baru saja didiagnosis menderita diabetes tipe 2. Sang dokter menyebut, kebiasaan mengonsumsi minuman manis setiap hari menjadi salah satu pemicunya.

Kisah Intan ini bukan satu-satunya. Di berbagai penjuru Indonesia, penyakit tidak menular seperti diabetes perlahan menyebar secara diam-diam, namum mematikan. 

Dari remaja hingga lansia, jutaan orang di Indonesia menjalani hidup berdampingan dengan penyakit yang kerap tak bergejala ini.

Di saat yang sama, rak-rak minimarket di seluruh Indonesia terus dipenuhi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang dijual bebas dan murah, bahkan lebih murah dari air mineral.

Di tengah krisis kesehatan ini, pemerintah memang sudah mewacanakan pengenaan cukai terhadap MBDK yang mengikuti jejak banyak negara. Namun hingga pertengahan 2025, kebijakan ini belum juga diterapkan.

Baca Juga: Kebijakan Cukai MBDK Berpotensi Ditunda, Indef: Pemerintah Hadapi Posisi Dilematis

Alasannya beragam, mulai dari tekanan industri hingga kekhawatiran ekonomi.

"Mengenai MBDK, tentunya kita akan melihat mengenai perkembangan 2025 di kuartal I, kuartal II. Dan nanti kita akan menyesuaikan kondisi ekonomi yang ada," ujar Askolani, Direktur Jenderal Bea Cukai, yang kini Menjabat Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (6/1) lalu.

Tarik-ulur kebijakan tersebut membuat angka penderita diabetes terus meningkat. Parahnya lagi, generasi muda terus dibanjiri iklan minuman manis yang tampak menyegarkan. Padahal, hal tersebut bisa menjadi pintu gerbang menuju penyakir kronis yang mematikan.

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta.

Angka ini diprediksi akan terus meningkat mencapai 643 juta di tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045.

Menurut IDF, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021. Diprediksi jumlah ini akan meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045.

Baca Juga: Cukai MBDK Diterapkan Semester II, Pengusaha Sebut Harga Produk Bisa Naik Hingga 30%

Salah satu biang keladinya adalah konsumsi gula yang berlebihan, terutama yang tersembunyi dalam MBDK seperti teh botolan, kopi susu, minuman energi, hingga soda. 

Banyak konsumen tidak sadar bahwa satu botol minuman bisa mengandung 20-40 gram gula, hampir menyentuh batas harian yang direkomendasikan World Health Organization (WHO).

Peningkatan jumlah penderita diabetes di Indonesia erat kaitannya dengan perubahan pola hidup masyarakat. Urbanisasi, meningkatnya konsumsi makanan olahan dan MBDK, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor utama pemicu lonjakan kasus diabetes tipe 2, yakni jenis diabetes yang paling umum terjadi.

Dampak diabetes tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik. Secara ekonomi, penyakit ini membebani sistem kesehatan dan keuangan keluarga. Biaya kontrol rutin, pengobatan, serta penanganan komplikasi bisa menguras tabungan rumah tangga.

Salah satu tantangan terbesar dalam pengendalian diabetes adalah rendahnya tingkat deteksi dini. Banyak orang merasa sehat dan mengabaikan gejala awal mulai dari mudah haus, sering buang air kecil, penurunan berat badan yang tak wajar, hingga rasa lelah berlebihan.

Akibatnya, diagnosis baru dijalankan ketika kondisi sudah masuk tahap lanjut atau ketika komplikasi muncul. Padahal, dengan pemeriksaan kadar gula darah secara berkala, diabetes bisa ditemukan lebih dan dapat dikendalikan lebih baik.

Baca Juga: Implementasi Cukai MBDK Bergantung Pada Kondisi Ekonomi Kuartal II 2025

Cukai MBDK: Solusi yang Masih Dinanti

Merespon situasi ini, wacana penerapan cukai MBDK telah lama bergulir di meja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sejak pertama kali dimunculkan dalam dokumen Kebijakan Fiskal 2020, hingga kini, pertengahan 2025, realisasinya masih belum tampak.

Padahal, niat awalnya terdengar menjanjikan, yakni mengendalikan konsumsi gula dan mengurangi risiko penyakit tidak menular seperti obesitas dan diabetes.

Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto menjanjikan bahwa penerapan cukai MBDK bisa dijalankan pada semester II-2025.

Sembari menunggu implementasinya, pemerintah sedang menyiapkan aturan pelaksanaannya, baik dalam Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Minuman berpemanis dalam kemasan itu direncanakan memang kalau sesuai jadwal Semester II-2025," ujar Nirwala dalam Media Briefing, Jumat (10/1).

Sayangnya, hingga kini hilal untuk menerapkan cukai MBDK belum terlihat dan tampaknya berpotensi diundur kembali pada tahun depan. Padahal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, cukai MBDK dipatok sebesar Rp 3,8 triliun.

Dengan penerapan cukai terhadap produk MBDK, sebenarnya harga eceran di pasaran bisa naik hingga 20%, tergantung produk dan tarif cukai yang ditetapkan. 

Efeknya diharapkan dapat menahan laju konsumsi, terutama di kalangan remaja dan masyarakat berpenghasilan rendah, dua kelompok yang paling rentan terhadap konsumsi gula berlebih.

Negara-negara lain pun telah membuktikan efektivitas pendekatan ini. Mengutip laporan CISDI berjudul Ringkasan Kebijakan: Urgensi Implementasi Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis, Meksiko berhasil menurunkan jumlah pembelian MBDK sebesar 19% melalui penerapan cukai MBDK sebesar 10%.

Sementara itu, kebijakan cukai MBDK di Inggris juga mendorong penurunan kadar gula sebesar 11% pada periode 2016 hingga 2017.

Pengenaan cukai MBDK pun sebenarnya sudah banyak mendapatkan dukungan dari kalangan masyarakat, khususnya generasi muda.

Berdasarkan riset CISDI, menunjukkan 80% responden atau setara 8 dari 10 orang sepenuhnya mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada setiap produk MBDK.

Berlarut-larutnya wacana cukai MBDK menunjukkan betapa beratnya pemerintah mengambil langkah tersebut, meskipun jelas penting. 

Sementara itu, konsumsi gula terus naik, dan biaya kesehatan ikut membengkak. Sampai kapan kita menunggu tindakan nyata, bukan sekedar rencana pemerintah semata.

Dalam awal implementasinya, cukai MBDK mungkin bisa dijalankan terlebih dahulu dengan tarif moderat, dan bisa dinaikkan secara bertahap di kemudian hari. 

Baca Juga: Komisi XI DPR Pertanyakan Belum Rampungnya Penetapan Cukai pada Minuman Berpemanis

Selanjutnya: Kemenperin Terus Pacu Kemandirian dan Daya Saing Industri Alat Kesehatan Nasional

Menarik Dibaca: Rahasia Resep Sambal Lamongan untuk Pecel Lele, Ternyata Ini yang Bikin Laris

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×