Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis laporan berjudul 'Paradigma Baru Ekonomi: Dukungan Fiskal untuk Ekonomi Restoratif,' yang memperkirakan Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp 892,15 triliun hingga tahun 2045 untuk melaksanakan strategi ekonomi restoratif di berbagai sektor.
Laporan ini menekankan peran kebijakan fiskal dalam mendukung upaya perbaikan lingkungan dan mengatasi ketidaksetaraan sosial akibat praktik ekonomi yang tidak berkelanjutan.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, mengungkapkan dua tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia, yaitu kesenjangan investasi dan keterbatasan kebijakan.
Baca Juga: Semester I, Kejagung Lakukan Penyelamatan Keuangan Negara Senilai Rp 24,3 Triliun
"Meskipun kesadaran praktik berkelanjutan meningkat, Indonesia masih kekurangan anggaran khusus untuk inisiatif ekonomi restoratif, yang sering tertinggal dari upaya keberlanjutan lain seperti energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim dalam hal minat investor dan prioritas pemerintah," ujar Media dalam pernyataan resmi, Kamis (25/7).
Untuk mengatasi kesenjangan ini, Celios merekomendasikan model perpajakan progresif dan berkelanjutan, termasuk pajak karbon, pajak produksi batubara, pajak laba mendadak (windfall tax), dan pajak orang super kaya.
Langkah-langkah ini diproyeksikan dapat menghasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 222 hingga Rp 241 triliun per tahun.
"Terobosan inovatif dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini," jelas Media.
Baca Juga: Pemerintah upayakan revisi UU ITE masuk prolegnas prioritas
Askar juga menekankan pentingnya tata kelola partisipatif dan penyesuaian kebijakan keuangan yang berorientasi pada misi restoratif, berharap laporan ini dapat menjadi panduan praktis bagi pembuat kebijakan di semua tingkat pemerintahan.
"Studi ini bertujuan untuk berkontribusi positif pada pengembangan kerangka tata kelola fiskal yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia, sejalan dengan visi nasional untuk Indonesia 2045," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News