kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cegah perlambatan konsumsi rumah tangga untuk jaga pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020


Minggu, 09 Februari 2020 / 12:48 WIB
Cegah perlambatan konsumsi rumah tangga untuk jaga pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020
ILUSTRASI. Warga memilih barang kebutuhan di pusat perbelanjaan di Jakarta.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Optimisme konsumen di awal tahun 2020 melemah. Lantas, prospek pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini dikhawatirkan makin menurun. 

Hasil survei konsumen Bank Indonesia (SK BI) menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Januari 2020 adalah sebesar 121,7 atau lebih rendah dari IKK Desember 2019 yang sebesar 126,4. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga memproyeksi nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) kuartal I-2020 sebesar 103,23, atau menurun dari kuartal sebelumnya yang sebesar 107,86. 

Pelemahan konsumsi rumah tangga sejatinya sudah terlihat pada kuartal IV-2019 lalu di mana pertumbuhan hanya mencapai 4,97% yoy, lebih rendah dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal empat pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan lebih rendah dari kuartal-kuartal sebelumnya di tahun lalu. 

Baca Juga: Survei BI: Rasio konsumsi terhadap pendapatan turun pada Januari 2020

Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menganalisis, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh menurunnya konsumsi masyarakat kelas atas atau 20% penduduk berpengeluaran tinggi. 

Dalam lima tahun terakhir, Indef mencatat rata-rata pertumbuhan konsumsi kelompok masyarakat tersebut hanya berkisar 3,57% per September 2019. “Padahal porsi dalam total pengeluaran atau konsumsi mencapai 45,36%,” terang  Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam keterangan Seratus Hari Tanpa Akselerasi: Respons atas Kinerja Ekonomi Triwulan IV-2019. 

Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi kelompok masyarakat 40% berpengeluaran sedang rata-rata 6,06% per September 2019 lalu atau merupakan yang tertinggi. Porsi konsumsi kelompok ini sebesar 36,93%.  Terakhir, porsi konsumsi kelompok 40% terbawah rata-rata pertumbuhannya 5,21% dengan porsi konsumsi 17,71%. 

Kondisi ini, menurut Tauhid menjadi tantangan berat bagi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020. “Struktur pertumbuhan ditopang oleh konsumsi rumah tangga secara terus menerus sehingga ekonomi sangat rapuh. Belum lagi inflasi pangan terus menekan daya beli rumah tangga,” tuturnya. 

Senada, Tim Ekonom Bank Mandiri menilai, pemerintah harus mampu menjadi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di atas 5% ke depan kendati berada dalam situasi pelemahan harga komoditas. 

Paling tidak, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyebut, harga bahan pangan mesti tetap terjaga. 

"Kuncinya adalah pada produksi dan distribusi pasokan makanan, terutama untuk bawang merah dan cabai merah, yang secara konsisten berkontribusi terhadap inflasi bulanan yang lebih tinggi dalam lima tahun terakhir,” ujarnya dalam laporan Econmark: 2020 Economic Outlook. 

Indef menilai, gejolak global bukanlah biang kerok perlambatan ekonomi Indonesia. Sebab, keterbukaan ekonomi nasional terhadap ekonomi global selama ini relatif terbatas ( small open economy). 

Baca Juga: Dibalik Pertumbuhan Ekonomi 2019 RI di 5,02%, Ada Konsumsi yang Tertekan

Misalnya, porsi ekspor (barang dan jasa) tidak lebih dari 20% dari PDB, begitu pun dengan FDI baru setiap tahunnya hanya 2,65% dari PDB pada 2018 lalu dan porsi PMA baru setiap tahunnya terhadap Pembentukan Modal Tetap Bruto tidak lebih dari 10%. 

“Data-data tersebut menyimpulkan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia justru berada di sisi domestik, sehingga tidak ada alasan untuk tumbuh rendah selama komponen domestik bisa dipacu,” tutur Tauhid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×