kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Catat! Panduan BMKG soal evakuasi darat peringatan dini tsunami di tengah pandemi


Jumat, 25 September 2020 / 11:51 WIB
Catat! Panduan BMKG soal evakuasi darat peringatan dini tsunami di tengah pandemi
ILUSTRASI. Sirine tsunami yang rusak berada di kawasan pemukiman Ulak Karang, di Padang, Sumatera Barat, Rabu (27/3/2019). Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang mencatat dari jumlah total sebanyak 20 sirine tsunami yang berada di zona merah kota itu


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sedia payung sebelum hujan. Pepatah lama ini tengah dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG telah merilis panduan evakuasi gempa dan tsunami di tengah pandemi virus corona.

Panduan ini dikeluarkan agar tidak memperburuk kondisi krisis Covid-19 jika terjadi bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, dan lainnya. 

Respons bencana alam, membuat orang cenderung berada dalam berdekatan bahkan berdesakan baik karena tempat terbatas, seperti tempat evakuasi.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mengevakuasi di tengah pandemi Covid-19 yang mewajibkan setiap orang menjaga jarak. Keaadaan berdesakan di tempat evakuasi dapat membuat tempat tersebut menjadi pusat infeksi virus corona. 

Baca Juga: Apa kata BMKG soal dentuman misterius di Jakarta? Simak penjelasannya

Sementara itu, mayoritas tsunami yang terjadi di Indonesia merupakan tsunami lokal yang disebabkan gempa bumi tektonik.

Melansir situs resmi BMKG, jika goncangan gempa terasa kuat atau gempa berayun lemah dalam waktu lama, masyarakat diimbau untuk segera melakukan evaluasi mandiri tanpa menunggu peringatan dini tsunami atau perintah evakuasi dari pihak berwenang. 

Baca Juga: BMKG mencatat gempa magnitudo 5,1 di Bolaang Uki

Saat evakuasi mandiri, sebisa mungkin tetap menjaga jarak fisik, mengenakan masker, dan mengikuti kebijakan di daerah masing-masing, misalnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Tsunami

Evakuasi tsunami dilakukan untuk evakuasi dalam masa krisis peringatan dini tsunami, yaitu sesaat setelah terjadi gempa dan/atau pemicu lain seperti longsoran bawah laut atau letusan gunung api di laut, di saat tsunami menerjang, hingga setelah tsunami dinyatakan selesai.

Saat-saat tersebut, masyarakat harus segera melakukan evakuasi menuju tempat yang aman. Setelah ancaman tsunami selesai, masyarakat harus tetap berada di tempat evakuasi sampai ada pengarahan lebih lanjut dari pihak yang berwenang.  

Selama masih berada di tempat evakuasi tersebut, tetap lakukan jaga jarak fisik, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan. BMKG menegaskan bahwa InaTEWS, sistem peringatan dini tsunami Indonesia, tetap beroperasi pada masa pandemi Covid-19. InaTEWS akan mengeluarkan peringatan dini tsunami alam waktu kurang dari 5 menit. 

Evakuasi tsunami dalam kondisi darurat Covid-19 Di tengah wabah virus corona dan terjadi gempa bumi yang berpotensi tsunami, BPBD dan pemerintah daerah perlu menerapkan langkah khusus terkait penyiapan evakuasi masyarakat. BMKG menegaskan bahwa evakuasi tsunami harus mengutamakan keselamatan jiwa.

Baca Juga: Gempa kuat melanda Filipina timur, ini informasinya

Evakuasi mandiri dapat dilakukan masyarakat dengan menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES), di mana setelah ancaman tsunami berakhir, dengan arahan pihak berwenang, masyarakat dapat menuju Tempat Evakuasi Akhir (TEA) atau jika tidak terjadi tsunami, maka dapat kembali ke rumah. 

Jika masyarakat harus tinggal di TEA lebih lama, maka dukungan fasilitas dan medis yang baik harus diberikan. 

Kesiapsiagaan tsunami dalam masa pandemi Covid-19 setidaknya meliputi: 

1. Peninjauan lokasi Rumah Sakit 

Perlu untuk melakukan evaluasi apakah rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 berada di daerah rendaman tsunami atau tidak. Jika RS tersebut berada di daerah rawan bencana tsunami, sebaiknya pasien dipindahkan ke rumah sakit lain yang tahan gempa dan jauh dari kemungkinan rendaman tsunami. 

Baca Juga: Ada pegawai yang reaktif, kantor pusat BMKG tutup sepekan tapi pengamatan jalan terus

2. Penyiapan TES dan TEA 

Kapasitas TES dan TEA yang sudah ditentukan perlu ditinjau kembali agar masyarakat tetap bisa menerapkan jaga jarak. Bila diperlukan, TES dan TEA diperbanyak dan dilakukan disinfeksi secara rutin sebelum terjadi bencana. TES dan TEA yang ditambahkan harus berlokasi di daerah aman dari ancaman tsunami dan dapat memanfaatkan tempat yang saat ini kosong dikarenakan Covid-19, seperti sekolah, asrama mahasiswa, perkantoran, wisma pemerintah, hotel kosong dan lainnya. 

BPBD, pemerintah daerah, dan masyarakat harus menyiapkan lokasi pengungsian dengan memastikan ketersediaan sarana seperti air bersih, peralatan cuci tangan, sabun dan/atau hand sanitizer. 

3. Sarana, prasarana, dan protokol pekerja sosial 

Perlu disiapkan sarana, prasarana, dan protokol agar pekerja sosial yang akan memberikan dukungan evakuasi tetap terproteksi. Hal ini dilakukan dengan menyediakan cadangan APD yang dipakai saat membantu evakuasi dan termometer sebagai bagian dari peralatan P3K. 

4. Rencana evakuasi dan protokol kesehatan 

BPBD perlu menyiapkan rencana evakuasi dan protokol kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat secara umum diharapkan tetap menjaga jarak (physical distancing), menggunakan masker, dan menjaga kebersihan. Untuk itu, BPBD perlu melakukan sosialisasi terkait hal ini sejak dini, sebelum terjadi ancaman tsunami. Terkait penggunaan masker, tidak perlu menggunakan masker medis, melainkan dapat menggunakan masker kain yang dibuat sendiri. 

Baca Juga: Indonesia langganan gempa, berikut langkah antisipasi untuk menghadapinya

Sementara itu, evakuasi berdasarkan penggolongan orang terdampak Covid-19, sebagai berikut: 

- Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 

Pasien kategori ini biasanya sedang dirawat di rumah sakit khusus untuk Covid-19. Sebaiknya pasien tidak dirawat di daerah dengan risiko bencana tinggi agar tidak perlu dilakukan mobilisasi pasien pada saat bencana terjadi karena ini dapat mengakibatkan penyebaran terjadi. 

Apabila rumah sakit terletak di daerah ancaman tsunami, maka BPBD dan pemerintah daerah perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi pasien dan pekerja medisnya. 

- Orang Dalam Pemantauan (ODP) 

Orang dengan kategori ODP adalah orang yang diperintahkan melakukan karantina mandiri di rumah. BPBD perlu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan agar memiliki data dan mengetahui lokasi-lokasi ODP yang tinggal di zona tergenang tsunami. Perlu untuk memberi tanda khusus bagi orang-orang dengan status ODP saat evakuasi dan menetapkan TES dan TEA bagi ODP. 

Pastikan ODP berada di satu tempat evakuasi dengan menyiapkan tempat khusus bagi mereka sehingga tempat evakuasi ODP terpisah dari masyarakat yang sehat atau orang tanpa gejala.  Perlu dipertimbangkan rencana jalur evakuasi dan rencana tempat pengungsian dimana ODP dan warga masyarakat yang sehat terpisah, di mana ODP perlu diberi tahu tempat dan jalur evakuasinya. 

- Orang Tanpa Gejala (OTG) 

Kelompok ini merupakan orang yang tidak memiliki gejala ataupun tanda tanda klinis Covid-19 tapi memiliki risiko terkena virus corona. Evakuasi dapat dilakukan di tempat yang bersamaan dengan tetap memperhatikan jaga jarak, menggunakan masker, dan menjaga kebersikah diri. 

Apabila dalam evakuasi tsunami ada diantara OTG yang memiliki gejala demam 38 derajat celcius, atau riwayat demam, gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk, maka agar diisolasi terpisah di tempat evakuasi sampai ancaman tsunami selesai dan dapat ditangani lebih lanjut oleh petugas medis. 


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Panduan Langkah Evakuasi Darurat Peringatan Dini Tsunami di Tengah Pandemi Covid-19"
Penulis : Mela Arnani
Editor : Sari Hardiyanto

Selanjutnya: Cuaca hari ini di Jawa dan Bali: Yogyakarta berawan, Surabaya cerah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×