Reporter: Mochammad Fauzan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) tengah berusaha berbenah diri agar hakim dan panitera tidak terseret kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Upaya yang akan dilakukan melalui perbaikan kinerja dari sisi kualitas dan kuantitas, pembinaan serta peningkatan pengawasan.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Abdullah, menyatakan MA telah menerapkan manajemen penanganan perkara untuk meminimalisir terjadinya suap. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyoroti integritas dan kualitas hakim setelah didapati puluhan operasi tangkap tangan (OTT).
Bahkan, KPK sampai memberikan rekomendasi kepada MA untuk mengevaluasi dalam hal manajemen penganan perkara. Sebelumnya MA pernah membuat kebijakan agar setiap pengadilan menerapkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
"Kita semua ini kan orang sehat tapi kadang - kadang jadi sakit. kita menjadi sadar bahwa manusia itu terjadi fluktuatif keimanannya." ujar Abdullah di gedung MA, Jumat (7/12).
Selain itu, Abdullah menambahkan bahwa pihaknya akan menerapkan akreditasi. Nantinya, selama akreditasi itu juga akan ada penilaian. Banyaknya hakim yang terjaring oleh KPK menunjukkan proses seleksi rekrutmen hakim perlu dievaluasi secara menyeluruh.
"Bahwa rekrutmen memang agak sulit, sangat sulit. Psikotes hakim diserahkan ke Universitas Indonesia (UI), MA hanya pasrah saja dan seleksi juga dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi." tuturnya
Sebelumnya, (KPK) menggeledah sejumlah lokasi sehubungan dengan kasus dugaan penyuapan oleh Bupati Jepara Ahmad Marzuqi kepada Hakim Lasito. KPK juga telah menyegel rumah dan menduga Ahmad memberikan suap Rp 700 juta kepada Lasito.
Pemberian uang panas tersebut disinyalir untuk mempengaruhi putusan gugatan praperadilan yang diajukan Ahmad atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Pengadilan Negeri Semarang pada 2017.
di lain tempat, masih mengenai integritas seorang 'wakil Tuhan di bumi' MA menjatuhkan hukuman nonpalu (tidak boleh bersidang) pada hakim perebut bini orang atau 'pebinor' di Pengadilan Negeri Bali, DA, selama dua tahun. Dari hasil pemeriksaan Badan Pengawas MA, hakim DA terbukti melanggar kode etik hakim.
Hukuman tersebut berdasarkan kesepakatan hasil rapat pimpinan MA pada 6 Desember 2018. Abdullah memaparkan DA hanya akan menerima gaji pokok sebesar 50% tanpa tunjangan. Hakim perebut bini orang tersebut juga dilarang menangani perkara dan akan menerima pembinaan mental serta spiritual.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, MA sepakat bulat menjatuhkan sanksi terhadap DA dengan hakim nonpalu selama dua tahun di Pengadilan Tinggi Banda Aceh," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News