Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Mantan Komisioner KPU, I Gusti Putu Artha mengatakan bahwa dirinya menemui fakta di lapangan selama proses pendaftaran pasangan calon Pilkada serentak berlangsung, sejumlah mahar harus diberikan dari calon ke partai.
"Saya tahu karena saya melihat sendiri. Satu kursi harus satu miliar. Malah ada 5 kursi harus bayar Rp 15 Miliar," ujar Putu saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (31/7).
Menurut Putu, fenomena calon kepala daerah memberi mahar kepada partai politik bukanlah sesuatu yang baru. Saat dirinya menjadi Komisioner KPU, Putu juga pernah mengetahui praktik money politics tersebut.
"Dulu itu, satu kursi hanya Rp 300 juta sampai Rp 500 juta. Sekarang lebih mahal lagi. Siapa yang mau kalau partainya sudah begitu?" kata Putu.
Lebih lanjut, menurutnya, calon kepala daerah lebih baik tidak mengajukan diri sebagai kepala daerah apabila masih tidak ada kejelasan, namun sudah mengeluarkan banyak dana.
Sebelumnya, Ketua Departemen Riset PARA Syndicate, Toto Sugiarto menilai mahar politik dalam pelaksanaan pilkada hanyalah 'gunung es' yang sulit untuk dihapuskan.
Menurut Toto, banyak figur yang ingin maju sebagai calon kepala daerah tetap menyanggupi memberikan mahar kepada partai politik sebagai syarat diusulkan mengikuti pilkada.
"Mungkin banyak yang tidak mengaku dan ikuti keinginan pengurus partai soal mahar," ujar Toto di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (29/7). (Amriyono Prakoso)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News