Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa (cadev) pada akhir Oktober 2014 sebesar US$ 112 miliar. Posisi ini naik tipis US$ 800 juta dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 111,2 miliar.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, posisi cadangan devisa Indonesia saat ini dibanding utang jangka pendek masih perlu peningkatan lagi.
Hitungan David, posisi cadev per akhir Oktober US$ 112 miliar hanya cukup untuk pembayaran dua kali utang jangka pendek.
Negara tetangga kapasitasnya empat kali hingga enam kali utang jangka pendek. Maka dari itu, David melihat posisi cadangan devisa Indonesia harus ditingkatkan lagi.
"Setidaknya hingga tiga kali. Ini penting untuk hadapi gejolak tahun depan," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (7/11).
Gejolak yang dimaksudkan oleh David adalah rencana kenaikan suku bunga Amerika. Untuk meningkatkan cadangan devisa, BI bisa memperbanyak instrumen finansial dalam negeri untuk memperdalam pasar. Langkah memperpanjang tenor lelang forex swap (fx swap) valuta asing (valas) yang telah dilakukan BI adalah hal positif.
Hanya saja, instrumen pendalaman pasar perlu diperluas lagi. Di sisi lain, Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi melihat ke depan ada potensi posisi cadangan devisa naik.
Potensi ini didapat dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya akan dilakukan pemerintah pada tahun ini. Kalau harga BBM dinaikkan maka defisit anggaran bisa diperkecil dan defisit neraca transaksi berjalan bisa membaik.
Sinyal positif dari kenaikan harga tersebut dapat memicu masuknya investor ke investasi portofolio tanah air. Begitu pula rupiah ada potensi mengalami penguatan. Meskipun soal rupiah, diakui Eric, ada tantangan terbesar dari kenaikan suku bunga Amerika.
Maka dari itu, Eric perkirakan rupiah hingga akhir tahun akan berada pada level 12.200. "Namun bila ada kenaikan harga bisa ada potensi penguatan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News