Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah sepanjang Juni 2018 mengalami depresiasi yang lebih dalam dibanding bulan sebelumnya, terutama memasuki pertengahan bulan setelah The Fed mengumumkan stance kebijakannya yang lebih agresif, perubahan kebijakan Bank Sentral Eropa dan China, hingga sentimen perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan melakukan intervensi yang cukup besar sepanjang Juni 2018. Makanya, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir bulan lalu berpeluang besar kembali mengalami penurunan.
Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra memperkirakan, cadev akhir Juni 2018 turun US$ 1 miliar-US$ 2 miliar dari posisi US$ 122,9 miliar. Dengan demikian, perkiraan Aldian, cade akhir bulan lalu sekitar US$ 121,9 miliar-US$ 122,9 miliar.
"Ekspektasi kami kurang lebih sama turunnya dibanding bulan Mei," kata Aldian kepada Kontan.co.id, Kamis (5/7).
Aldian mengakui, tekanan terhadap nilai tukar rupiah di bulan Juni, lebih besar dibanding Mei 2018, terutama setelah libur Lebaran, tetapi efektif harinya lebih pendek.
Selain itu, kurs rupiah di awal bulan lebih stabil, setelah BI menaikkan bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) di awal Juni. "Efektifnya harinya di Juni mulai 21-28. Kemudian di 29, BI menaikkan 50 bps," tambah dia.
Ke depan, pergerakan kurs rupiah masih akan dipengaruhi faktor eksternal, terutama tren kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, dan kebijakan moneter China. Dalam waktu dekat lanjutnya, pasar akan mengamati The Fed dan data tenaga kerja AS yang akan dipublikasikan beberapa hari mendatang.
Makanya, "Saya pikir risiko kenaikan bunga BI masih ada, terlebih bila tekanan pada rupiah jauh lebih besar dibandingkan dengan mata uang peer group kita," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News