Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Sekitar 7.000 massa buruh mulai menggelar aksi peringatan Hari Buruh Internasional di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, Selasa (1/5). Mereka berasal dari Serikat Buruh Transportasi Indonesia (SBTI) dan Serikat Pekerja (SP) Pelindo.
Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menyatakan, buruh yang bekerja di kawasan pelabuhan menjadi kalangan pekerja yang paling tertindas karena mendapatkan upah yang tidak layak. "Buruh-buruh di pelabuhan yang paling perlu diperhatikan karena kebanyakan menerima upah yang jauh dari layak," kata Arif menjelaskan alasan pemilihan lokasi unjuk rasa.
Atas dasar itu, Arief dan rombongannya memilih tidak bergabung dengan kelompok buruh yang melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR dan Istana Kepresidenan. Ia menilai, saat ini buruh-buruh pelabuhan adalah kalangan yang paling patut mendapat perhatian.
Arief mengemukakan, rendahnya nilai pendapatan yang diterima pekerja pelabuhan memiliki kaitan dengan berbagai pungutan liar yang diterapkan petugas-petugas pelabuhan. Akibatnya, para pengusaha lebih terfokus dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pembayaran pungutan-pungutan tersebut.
"Akhirnya, gaji pekerja kurang diperhatikan atau dibayar lebih rendah. Uang lebih banyak mengalir untuk bayar pungutan-pungutan liar yang tinggi di pelabuhan," kata Arief.
Hari ini massa buruh pelabuhan melakukan aksi penutupan jalur menuju TPK Koja. Aksi ini menjadi peringatan bagi pihak BUMN untuk mengingat nasib pekerjanya. Aksi ini juga merupakan alarm bagi oknum-oknum petugas pelabuhan yang kerap melakukan pungutan.
Selain itu, FSP BUMN Bersatu juga menyampaikan tuntutan agar pemerintah mempercepat proses restrukturisasi BUMN yang bermasalah. "Bahkan ada yang sudah tidak mampu membayar gaji karyawan, seperti PT Jakarta Lloyd (Persero)," ujar Arief.
Massa juga meminta KPK melanjutkan penyidikan atas beberapa kasus korupsi bernilai miliaran rupiah di sejumlah BUMN. Dua kasus di antaranya yang disebutkan Arief terkait dugaan korupsi di PT Pos Indonesia dan di PT Bukit Asam Tbk. (Fabian Januarius Kuwado/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News