Reporter: Rella Shaliha,Aprillia Ika,Dian Pitaloka,Fransiska Firlana,Nurmayanti | Editor: Test Test
JAKARTA. Kasus makanan yang terkontaminasi di Indonesia bukan hal baru. Publik negeri ini juga pernah heboh oleh pemakaian pengawet mayat alias formalin untuk makanan, penggunaan boraks, dan zat berbahaya lain. Yang terbaru adalah tercemarnya produk makanan berbahan baku susu asal China.
Rupanya, susu yang mengandung melamin ini sudah masuk Indonesia. Susu ini menjadi bahan baku pembuatan produk makanan lain. Bentuknya beragam mulai dari susu fermentasi (yoghurt), kembang gula, makanan ringan, hingga es krim.
Sebelum korban jatuh, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib bergerak cepat dengan menarik 28 produk makanan asal China dari peredaran.
Ke 28 jenis makanan dan minuman itu adalah Jinwell Yougoo rasa jeruk, aneka buah dan tanpa rasa. Guozhen, Meiji Indoeskrim rasa coklat dan vanila, Oreo Stick Wafer dan Coklat Sandwich, M&M Kembang Gula, Dove Choc, Natural Choice Yoghurt, Yili terdiri dari bean, prestige, chestnut, high calcium, pure milk dan choice dairy frozen. Nestle Dairy Farm, Snicker''s dan Dutch Lady.
Namun, Husniah tidak mengatakan produk itu mengandung melamin. "Ini untuk pencegahan. Kami masih terus meneliti produk tersebut," kata Husniah, Selasa (23/9).
Supaya lebih aman, BPOM juga melarang impor susu langsung dari China. Kebijakan antisipatif ini menindaklanjuti kebijakan Pemerintah China yang menarik ribuan ton susu yang beredar di pasaran.
Kejadian ini seakan membuka lembaran lama akan banyaknya kasus kontaminasi zat berbahaya ke dalam makanan. Masih pekat di ingatan kita, hasil riset BPOM sepanjang 2007 yang menyatakan 45% jajanan yang dijajakan di berbagai sekolah mengandung zat pewarna tekstil.
Tak kalah heboh adalah kontaminasi bakteri enterobacter sakazakii dalam susu formula dan makanan bayi. Termasuk juga bahan berbahaya seperti boraks dan formalin juga menghiasi media massa. Makanan seperti ikan asin, tahu, dan bakso pernah terbukti menggunakan formalin sebagai pengawet.
Kondisi ini membuat banyak kalangan mempertanyakan perhatian pemerintah terhadap keamanan pangan. Kasus-kasus lama kontaminasi makanan biasanya lenyap seiring bergantinya isu pemberitaan di media. Husniah mengaku kewenangan instansi pemerintah dalam pengawasan makanan itu tersebar. "BPOM hanya mengurus makanan kalengan (processed food)," kata Husniah.
Sementara kewenangan menangani peredaran daging ada di Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Penanganan masalah ikan segar berada di Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Perindustrian mengurus peredaran dan industri formalin dan boraks. Sedangkan formalin impor itu kewenangan Departemen Perdagangan. "Produk katering dan restoran, izin dan pengawasan ada di dinas kesehatan pemerintah daerah," jelas Husniah.
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai kejadian kontaminasi makanan membuktikan pengawasan pemerintah memang tidak maksimal. Dia usul pemerintah memberi tindakan hukum yang tegas kepada produsen dan importir makanan berbahaya.
Pemerintah juga bisa langsung menindak instansi yang bertanggung jawab. "Kalau bahan terdaftar, ya, BPOM. Kalau tidak terdaftar, pemerintah bisa menindak aparat kepabeanan," kata Sudaryatmo.