Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di sektor pertambangan merosot pada periode kuartal II-2019. Hal ini sejalan dengan tren pelemahan harga batubara di pasar global.
Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi kuartal II-2019 berdasarkan kacamata sektoral paling kecil diberikan oleh sektor pertambangan, Di mana menduduki posisi ke lima dengan kontribusi 7,5% atau sebanyak Rp 15,1 triliun dari total investasi.
Baca Juga: Realisasi Investasi Naik, Pertumbuhan PMDN Paling Besar premium
Namun, pertumbuhan secara year on year (yoy) terpantau melambat. Pada kuartal-II 2018 sektor pertambangan mampu berada di posisi kedua, dengan sumbangsih 16% terhadap total investasi yakni sebesar Rp 28,2 triliun.
Adapun realisasi investasi secara keseluruhan baik Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kuartal II-2019 mencapai Rp 200,5 triliun. Angka ini naik 13,7% year on year (YoY).
Adapun peringkat sumbangsih investasi sektoral pertama berasal dari sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi sebanyak 17,2% atau Rp 34,5 triliun. Kedua, sektor listrik, gas, dan air dengan sumbangasih 11,8% atau Rp 23,7 triliun.
Ketiga, sektor industri makanan yang menyumbang 8,6% atau setara Rp 17,2 triliun. Keempat, sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan sebanyak 8,4% atau sekitar Rp 16,9 triliun. Kelima barulah sektor pertambangan.
Baca Juga: Klarifikasi soal investasi unicorn Indonesia, begini sepak terjang Thomas Lembong
Ekonom Samuel Aset Management Lana Soelistianingsih menilai seharusnya sektor pertambangan bisa berkontribusi banyak terhadap investasi penanaman modal. Alasannya sektor ini merupakan salah satu keunggulan Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam.
Namun melemahnya harga komoditas jadi alasan mengapa sektor pertambangan secara kontribusi turun. Benar saja sebagai contoh harga salah satu komoditas andalan Indonesia yakni batubara terus turun.
Harga batubara di ICE New Castle Futures pada akhir bulan Juni berada di level US$ 68,85 per metrik ton. Sepanjang kuartal II-2019 harga si hitam melemah 22,24%.
Baca Juga: Disebut milik Singapura, begini respons Tokopedia
Lebih lanjut Lana menuturkan minat investor terutama investor asing bakal lesu karena penurunan harga komoditas. “Buat investor harganya tidak menarik, mereka ingin harganya tinggi,” kata Lana kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7).
Di sisi lain, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi menilai sektor pertambangan masih bisa berkembang sampai akhir tahun 2019 seiring dengan semakin banyaknya masuk industri pengolahan bahan tambang.
Baca Juga: Thomas Lembong minta maaf dan ralat kalau Unicorns Indonesia milik Singapura
“Sejauh ini sektor pertambangan masuk ke lima besar kontribusi terbanyak. Ini membuktikan minat investor masih ada,” kata Farah kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7).
Kepala BKPM)Thomas Trikasi Lembong mengaku optimistis tren investasi di tahun ini akan tumbuh. Dia melihat sejak akhir kuartal IV-2018 hingga kuartal II-2019 geliat investor berlanjut positif.
Thomas memaparkan kepercaya diri investor kembali ke pasar Indonesia tersokong sentimen eksternal yakni tensi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang meredam. Dari sisi internal stabilitas politik mulai terasa pasca pengumuman Pilpres.
Baca Juga: BKPM jelaskan alasan Hyundai, BYD, hingga Softbank tertarik masuk ke Indonesia
“Secara siklus politik memang setahun sebelum pemilu sudah pasti melambat, maka setelahnya tumbuh atau recovery. Stabilitas ekonomi jadinya sudah mulai terjamin,” kata Thomas dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Selasa (30/7).
Dia menyampaikan di tahun ini motor pertumbuhan ekonomi baru salah satunya berasal dari industri smelter atau pengolahan logam. Ekspor nikel Indonesia merupakan tiga terbesar di dunia untuk bahan baja anti karat.
Sehingga gairah investasi diramal cukup gencar dengan pertumbuhan PMA industri pengolahan logam yang cukup signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News