kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Bila permintaan tinggi dan rupiah dijaga, dunia usaha tak mengerem kredit


Jumat, 06 Juli 2018 / 17:58 WIB
Bila permintaan tinggi dan rupiah dijaga, dunia usaha tak mengerem kredit
ILUSTRASI. Shinta Widjaja Kamdani CEO Sintesa Group


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah tak bisa berharap banyak pada pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan. Sebab, jika ibaratnya ekonomi adalah kolam yang memiliki dua keran, keran pertama yakni likuiditas dari sisi moneter yang sudah tertutup dengan ketatnya stance moneter Bank Indonesia (BI).

Meski demikian, dunia usaha menyatakan bahwa sejauh ini efek kenaikan suku bunga acuan yang beberapa waktu lalu diputuskan BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 28-29 Juni kemarin belum terasa.

Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Apindo Shinta Kamdani mengatakan, meski demikian, pengusaha belum tentu akan mengerem kreditnya. Sebab, dunia usaha melihat prospek permintaan sejauh ini masih baik.

“Bila prospek permintaan tinggi, upaya reformasi ekonomi struktural berhasil, dan pemerintah mampu menjaga stabilitas rupiah, pengusaha mungkin belum akan mengerem kredit,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Jumat (6/7).

Ia mengatakan, tiap sektor sendiri perilaku konsumennya juga berbeda sehingga akan ada sektor yang mengalami perlambatan dan ada yang mungkin masih stabil.

“Kita akan melihat dulu dari sisi demand masyarakatnya dan ini tidak bisa dilihat dalam waktu 1-2 bulan,” kata dia.

Di sisi lain, Shinta mengatakan, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah menjaga harga-harga agar tidak naik, terutama sembako dan BBM, listrik, serta air. Adapun, pemerintah perlu membuat kebijakan antisipatif, misalnya penurunan DP rumah atau kendaraan bermotor.

“Selain itu, reformasi ekonomi struktural, dan meningkatkan daya saing Indonesia melalui partisipasi dalam perjanjian perdagangan bebas juga perlu dilakukan. Selain itu, perlu peningkatan tenaga kerja terampil, dan mendorong investasi berbasis ekspor dan nilai tambah,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×