Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia semester II-2018 diperkirakan bakal makin sulit melaju lebih kencang dari semester sebelumnya. Sebab, ekonomi Indonesia menghadapi dua tantangan sekaligus, terutama dari sisi eksternal.
Pertama, tantangan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang diperkirakan makin lebar tahun ini. Hal itulah yang mendorong pemerintah mengambil langkah untuk menyeleksi kebutuhan impor, khususnya yang berhubungan dengan proyek pemerintah. CAD harus diperbaiki karena pelebaran defisit akan menekan nilai tukar rupiah.
Kedua, perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China. Sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia, perang dagang antara kedua negara itu juga akan mempengaruhi ekonomi dalam negeri. Apalagi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada JanuariMei 2018, China adalah negara tujuan ekspor nonmigas terbesar dengan nilai US$ 10,24 miliar atau 15,05% total ekspor nonmigas, diikuti AS dengan nilai US$ 7,43 miliar (10,91%).
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Adriyanto mengatakan, impor perlu dilakukan lebih selektif demi menekan CAD. Jika CAD membaik, maka dapat mengurangi tekanan terhadap dollar AS sehingga stabilitas ekonomi bisa terjaga.
Jika impor ditekan, khususnya impor barang-barang untuk kebutuhan infrastruktur, ekonomi masih bisa tumbuh dalam level yang baik. "Dampak pembangunan infrastruktur tidak langsung tahun ini, butuh beberapa tahun. Meski pembangunan terlambat, kalau stabilitas ekonomi terjaga, pertumbuhan akan baik," jelas Addriyanto kepada KONTAN, Kamis (5/7).
Sedangkan perang dagang AS-China akan terasa secara tidak langsung. Produksi China dan AS bakal turun, sehingga ekspor komoditas maupun sejumlah bahan baku dari Indonesia ke kedua negara itu berpotensi menyusut. Makanya, "Dalam jangka pendek, kami perlu melihat lagi perjanjian perdagangan bilateral yang saat ini masih belum selesai," tambah Adriyanto.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menilai, pembatasan impor bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Utamanya, jika yang dibatasi adalah impor kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah. "Seandainya ada pembatasan impor terkait infrastruktur maka pertumbuhan akan turun, di sekitar batas bawah range proyeksi," kata Dody. Itu artinya, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di sekitar 5,1%.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan ada di kisaran 5,1%–5,2% karena daya beli sudah meningkat. "Ekonomi masih pemulihan, tapi tidak setinggi perkiraan (5,1%–5,5%) karena perbaikan di tingkat konsumen belum signifikan," jelas Mirza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News