Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, Bank Indonesia perlu mengambil langkah untuk memperbesar cadangan devisa (cadev). Di saat nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seperti belakangan ini, BI perlu mempunyai amunisi yang besar untuk melakukan intervensi.
Untuk itu, menurut David, BI perlu memperluas jaring kerja sama dengan negara lain dalam hal bilateral swap arrangement (BSA). Sejauh ini BI telah melakukan kerja sama dengan Korea Selatan, China dan Jepang.
Memang, kalau dilihat dari segi impor, cadangan devisa yang akhir Juli lalu sebesar US$ 107,6 miliar, memang masih berada di atas standar kecukupan. Namun kalau dilihat dari sisi pembayaran utang luar negeri jangka pendek, maka posisi cadangan devisa Indonesia tersebut sudah agak bikin was-was.
Dalam catatan David, rasio utang luar negeri jangka pendek Indonesia saat ini sekitar 1,9x dari total utang. Artinya sebanyak US$ 58 miliar utang jangka pendek akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun ke depan. Dengan nominal cadangan devisa US$ 107,6 miliar, tentu rasionya hanya sekitar 1,9x-2x. "Ini yang perlu diwaspadai," ujarnya, Jumat (7/8).
Seperti kami beritakan sebelumnya, posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2015 tercatat US$ 107,6 miliar, turun US$ 400 juta disbanding akhir Juni yang sebesar US$ 108,0 miliar.
Penurunan cadangan devisa ini akibat peningkatan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan penggunaan devisa untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News