kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

BI Kembali Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Menjadi 3% yoy


Kamis, 23 Juni 2022 / 15:29 WIB
BI Kembali Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Menjadi 3% yoy
ILUSTRASI. Bank Indonesia. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global. Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 hanya di kisaran 3% yoy. 

“Ini lebih rendah dari perkiraan kami di bulan lalu yang sebesar 3,4% yoy. Yang bahkan sebenarnya, perkiraan pada bulan lalu pun sudah dipangkas dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,5% yoy,” tutur Perry dalam pembacaan hasil rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (23/6). 

Menurut Perry, ada tiga faktor utama yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global tahun ini, yaitu risiko ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina, pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan negara maju lainnya, serta kebijakan Zero Covid-19 di China. 

Baca Juga: BI Masih Optimistis Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh di Kisaran 4,5%-5,3% Pada 2022

Perry memerinci, ketegangan geopolitik negara Rusia dan Ukraina kemudian menimbulkan pengenaan sanksi yang makin luas. Ini kemudian menyebabkan gangguan pasokan energi dan pangan global. Gangguan rantai pasokan global ini yang menyundut peningkatan harga-harga komoditas dari sisi pasokan, sehingga kemudian ada kenaikan inflasi di berbagai negara di dunia. 

Nah, peningkatan inflasi tersebut kemudian menimbulkan risiko makin cepatnya pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Pengetatan kebijakan moneter ini karena negara-negara tersebut tidak memiliki ruang fiskal yang memadai untuk menaikkan subsidi untuk menjangkar inflasi. 

“Ruang fiskal yang terbatas di sejumlah negara ini kemudian menyebabkan sejumlah bank sentral meningkatkan suku bunga. Sayangnya, kenaikan suku bunga berpotensi menurunkan permintaan dan menurunkan pertumbuhan ekonomi,” tambah Perry. 

Baca Juga: Bank Indonesia Menahan Suku Bunga Acuan di 3,5%, Meski The Fed Agresif

Sedangkan dari sisi kebijakan Zero Covid-19 di negara tirai bambu, membawa potensi perlambatan pada negara tersebut. Padahal seperti kita ketahui, China juga merupakan salah satu negara yang turut memegang peran dalam pertumbuhan ekonomi global. 

Namun ke depan, Perry percaya ketidakpastian makin melandai. Sehingga dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 akan meningkat. Ia pun memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di kisaran 3,3% yoy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×