Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menginginkan bantuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) hanya diberikan kepada Bank Century. Padahal, pada tahun 2008 silam, terdapat bank yang mengalami permasalahan serupa seperti Bank Century tetapi tidak mendapatkan bantuan FPJP, yaitu Bank IFI.
Hal tersebut terungkap dalam persidangan kasus Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (2/5).
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Burhanudin menanyakan kepada mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani alasan BI hanya memberikan FPJP kepada Bank Century. Namun, Sri Mulyani enggan menjawab.
"Tanyakan saja ke BI kalau itu," kata Sri Mulyani.
Namun, Jaksa Ahmad tetap mencecar Sri Mulyani terkait pemberian FPJP tersebut. Pasalnya, Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal Bank IFI dan Bank Century kala itu, sama-sama di bawah 8%. Atas pertanyaan Jaksa tersebut, lagi-lagi Sri Mulyani enggan menjawab.
"Tanya kepada Pihak BI," ujar dia.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengelak. Menurut dia, BI tak melaporkan permasalahan likuiditas Bank IFI kepada dirinya yang kala itu menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Oleh karena itu, KSSK tidak bisa memutuskan Bank IFI sebagai bank gagak berdampak sistemik sehingga tak juga mendapat bantuan FPJP.
"Dia (Bank IFI) tidak dibawa ke KSSK. Kami hanya mendapat rekomendasi dari BI, dan hanya Bank Century yang dibawa BI ke KSSK," ujarnya.
Dalam surat dakwaan Budi Mulya, Sri Mulyani berperan dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Pada rapat KSSK dengan Komite Koordinasi (KK) tanggal 21 November 2008 sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum, secara tiba-tiba diputuskan bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selanjutnya, meminta LPS melakukan penanganan terhadap bank tersebut.
Padahal, dalam rapat pra KSSK yang dilakukan pada 20 November 2008 sekitar pukul 23.00 WIB, belum diputuskan perihal penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Sebab, banyak pendapat yang menyatakan bahwa Bank Century tidak masuk kategori sebagai bank berdampak sistemik. Hal itu sebagaimana, dikatakan oleh Rudjito selaku Ketua Dewan Komisioner LPS, Anggito Abimanyu, Fuad Rahmany dan Agus Martowardojo.
Diduga, memang ada skenario untuk memberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) ke Bank Century yang akhirnya ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Atas penetapan status Bank Century tersebut, bank yang dimiliki Robert Tantular tersebut awalnya diberi PMS sebesar Rp 632 miliar hingga menjadi sebesar Rp 6,7 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News