Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan, perekonomian global masih belum akan ramah pada tahun 2024.
Itu sebab, ada sejumlah ketidakpastian yang menghantui prospek perekonomian Indonesia tahun depan, yang bahkan, dimulai sejak beberapa waktu terakhir.
Seperti perang Rusia dan Ukraina, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, dan kini konflik Israel di Palestina.
“Fragmentasi geopolitik tersebut akan berdampak pada fragmentasi geo ekonomi dan akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada tahun 2024,” terang Perry dalam Pertemuan Tahunan BI, Rabu (29/11).
Baca Juga: Jokowi Sampaikan Langkah Indonesia Capai Net Carbon Sink Sektor Hutan dan Lahan
Perry mengungkapkan, setidaknya ada lima karakteristik ketidakpastian pada tahun depan.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang melambat dan divergensi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 diyakini akan tumbuh 2,8% yoy.
Prospek beberapa negara yang menjadi kunci pertumbuhan global tampak berbeda. Amerika Serikat (AS) tampaknya akan menorehkan kinerja ekonomi yang manis. Namun, China akan melambat.
Sedangkan dari negara berkembang, Perry optimistis dengan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik.
Kedua, penurunan inflasi yang lambat, walaupun pengetatan moneter agresif diterapkan di negara maju. Perry melihat baik harga pangan dan global masih bandel. Plus ada keketatan pasar tenaga kerja.
Baca Juga: Begini Jurus Sri Mulyani Kejar Pendapatan Negara Rp 2.802,3 Triliun pada Tahun 2024
Ketiga, tren suku bunga tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Ia mengambil contoh, suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) masih akan tinggi dan imbal hasil surat utang pemerintah AS terus naik karena membengkaknya utang pemerintah Paman Sam.
Keempat, dolar AS masih kuat yang mengakibatkan pelemahan nilai tukar di seluruh dunia, termasuk Rupiah.
Kelima, kecenderungan investor memegang tunai (cash is the king). Pelarian modal dalam jumlah besar masih akan terlihat dari negara berkembang ke negara maju.
“Sebagian besar akan lari ke Amerika Serikat, karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar AS,” tutur Perry.
Baca Juga: Ini Isi Pertemuan Jokowi Dengan Perdana Menteri Norwegia di COP28 Dubai
Nah, Perry bilang ketidakpatsian global tersebut harus diwaspadai oleh Indonesia. Indonesia harus mengantisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News