kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI bisa menonaktifkan lagi instrumen SBI tergantung keadaan


Selasa, 24 Juli 2018 / 17:01 WIB
BI bisa menonaktifkan lagi instrumen SBI tergantung keadaan
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah (kanan)


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski telah mengaktifkan kembali lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bank sentral bisa saja menonaktifkan kembali instrumen moneter tersebut.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, hal ini tergantung dari situasi dan dinamika domestik maupun global. Sama seperti Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) yang saat ini dinonaktifkan dan diganti dengan SBI untuk operasi moneter. "Bisa (dinonaktifkan) karena PBI-nya juga tidak kami cabut. SDBI juga tidak kami cabut PBI-nya,” ujar Nanang di Gedung BI Thamrin, Jakarta, Selasa (24/7).

SBI merupakan instrumen moneter yang sempat dihentikan penerbitannya pada Agustus 2017 untuk yang bertenor 9 bulan  dan 12 bulan. Lima tahun sebelumnya, BI juga menghentikan penerbitan SBI di bawah tenor sembilan bulan.

Namun demikian, saat ini SBI diaktifkan kembali untuk menjadi opsi penajaman instrumen pasar keuangan Indonesia agar lebih menarik investor asing. Sebab, tekanan ekonomi global akan semakin deras terutama rencana kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve dua kali lagi pada tahun ini.

BI harus menambah instrumen pasar keuangan agar Indonesia lebih atraktif di mata investor asing sehingga tidak terjadi banyak pembalikkan arus modal (capital outflow) yang dapat mengancam nilai tukar rupiah. “Indonesia butuh instrumen di pasar modal dan pasar uang yang bisa jadi wadah inflow. Investor asing butuh diversifikasi investasi. Sementara, instrumen penempatan dana di Indonesia masuh kurang variasinya dibanding negara peer kita. Ini tantangan,” jelas Nanang.

Instrumen yang dikeluarkan oleh private sector pun masih kurang. Minatnya juga minimal, terlebih investor asing. “Misal obligasi korporasi, minatnya asing kan sedikit. Jadi memang otoritas harus jaga karena capital inflow ini kita perlukan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×