Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Makelar kasus (markus) kembali menjadi bahan perbicaraan publik. Jasa untuk memenangkan sebuah kasus ini memang merajalela di lembaga peradilan Indonesia.
Hanya saja makelar kasus ini sulit diberantas, sehingga terus menghantui dunia penegakan hukum dan peradilan di Indonesia.
Teranyar, Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan barang bukti berupa uang hampir Rp 1 triliun dan emas batangan 51 kg di kediaman mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR).
Baca Juga: IPW Mendorong Kejagung Kembangkan Kasus Markus Rp 1 Triliun
ZR ditangkap terkait dugaan suap pengurusan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya, dalam perkara penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afrianti.
Pasca penangkapan itu terungkap jika ZR telah menjadi makelar kasus sejak 2012 hingga sebelum dirinya pensiun yakni tahun 2022.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan kegiatan makelar kasus yang dilakukan Zarof Ricar telah membuatnya menerima uang sebesar hampir Rp1 triliun.
"ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat MA menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang, ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing," jelasnya dalam konferensi pers, pekan lalu.
Baca Juga: Kejagung Menangkap Ronald Tannur
Sejatinya, kasus markus atau mafia hukum pernah terungkap sebelumnya. Sebut saja, bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara perdata di MA.
Nurhadi menerima janji dalam bentuk sembilan lembar cek dari PT MIT serta suap/gratifikasi dengan total Rp 46 miliar.
Selanjutnya, Sudrajad Dimyati adalah hakim agung pertama yang terjerat kasus korupsi dalam perkara pemenangan kasus. Pada sidang putusan 30 Mei 2023, PN Bandung memvonis lebih rendah dari tuntutan jaksa yaitu hukuman 8 tahun penjara.
Eks penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju terlibat makelar kasus pada perkara berawal ketika KPK menangani kasus korupsi Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial; kasus suap dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah yang menyeret mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin; dan penanganan kasus korupsi eks Bupati Kutai Kertanegara, Rita Widyasari.
Baca Juga: Gara-Gara Kasus Ronald Tannur, PK Terpidana Korupsi Harus Jadi Perhatian
Robin pun dibantu kuasa hukum bernama Masku Husain dan mereka menerima uang sebesar Rp1,69 miliar. Selain itu, Robin juga terlibat dalam beberapa pertemuan bersama Maskur yang difasilitasi oleh Azis Syamsudin.
Robin juga memperoleh uang dari Azis dan eks politisi Golkar, Aliza Gunado senilai Rp3 miliar dan 36 ribu dolar AS. Adapun uang itu diberikan Azis agar penanganan kasus yang menjerat dirinya dihentikan.
Kembangkan kasus
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Kejagung agar mengembangkan kasus ZR dengan bekal barang bukti yang ditemukan.
"Ini seperti durian runtuh bagi Kejagung untuk mengembangkan kasus dengan mengusut pihak-pihak yang berperkara hingga hakim yang memutus dari perkara-perkara yang diurus oleh ZR," katanya kepada KONTAN, Minggu (27/10/2024).
Menurut Sugeng, temuan uang dalam jumnlah besar juga emas batangan menjadi pintu masuk bagi Kejagung untuk menjerat siapa saja yang telah bermain dalam perkara yang ditangani ZR.
"Di tangan dia pasti ada dokumen-dokumen dari perkara yang diurusnya, ini yang harus diusut hingga tuntas. Dapat dipastikan, banyak aliran dana ke pihak-pihak yang terkait perkara yang diptutus hakim," tandasnya.
Baca Juga: Kejagung Sita Rp 920 Miliar dan Emas 51 Kg dalam Kasus Suap Ronald Tannur
Sugeng memperkirakan uang hampir Rp 1 triliun dan emas batangan tersebut merupakan upah yang dikumpulkan ZR selama menjadi makelar kasus. Artinya, dana yang dikumpulkan dan disalurkan sangat besar. Dalam satu kasus ZR bisa mengumpulkan uang Rp 5 miliar dari kliennya, yang mana Rp 1 miliar merupakan upah atas jasa makelar kasus.
"Akumulasinya diperkirakan bisa lima kali lipat atau sampai Rp 5 triliun dari asumsi uang yang ditemukan penyidik di rumah ZR yang hampir Rp 1 triliun," bebernya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Kejaksaan Agung untuk mengembangkan kasus ZR kepada pihak-pihak yang dulu ikut bermain. Sehingga, haris digali informasi dari kasus-kasus yang ditangani oleh ZR.
"Jadi modelnya ZR ini mengambil uang dari pihak-pihak yang berperkara dan dia ambil bagian sebagai upah. Artinya, sudah pasti ada uang yang disalurkan kepada oknum-oknum hakim yang diduga ikut main," jelasnya kepada KONTAN, kemarin.
Boyamin menilai, cukup sulit untuk membrantas makelar kasus atau mafia hukum ini. Sebab, menyangkut kejelasan dan kepastian pada sistem hukum yang berlaku. Misalnya, kasus perdata sebenarnya tapi ujungnya menjadi pidana.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan 4 Tersangka OTT Hakim Pembebas Ronald Tannur
"Ada yang diputus bebas, ada yang diputus bersalah padahal perkaranya mirip. Nah, ini yang menjadikan ladang mafia-mafia hukum untuk bermain," bebernya.
Makelar kasus juga muncul akibat banyaknya sengketa bisnis yang sebetulnya bisa diselesaikan secara bisnis dengan badan administrasi, pengadilan niaaga atau kepahilitan. Tapi karena dikompor-kompori, sehingga masuk ranah pidana dan satu sama lain saling lapor.
Sehingga iklim bisnis kita itu betul-betul tercampuri oleh urusan hukum-hukum pidana. "Maka, hentikan kriminalisasi terhadap kegiatan-kegiatan bisnis," pinta Boyamin.
Aspek lainnya yang harus diperhatikan adalah soal gaji dari penegak hukum harus tinggi supaya tidak nakal. "Kalau nakal, masih nakal juga ya, kita hajar," imbuhnya. .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News