Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi undang-undang. Persetujuan ini dilakukan pada rapat paripurna DPR, Selasa (6/12).
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai, pemerintah telah mempertimbangkan dunia usaha dalam membuat substansi pasal-pasal UU KUHP. Misalnya yang terkait ekonomi seperti pidana korporasi. Ia menyebut, pidana korporasi bukan hal baru karena sebelumnya juga telah diatur dalam UU tentang Tindak Pidana Korupsi.
Piter mengatakan, perusahaan tidak perlu takut dengan adanya berbagai pasal yang ada dalam UU KUHP selama perusahaan menjalankan usahanya sesuai aturan berlaku. Serta tidak melanggar ketentuan undang-undang.
“Saya tidak melihat bahwasannya itu akan segera berdampak negatif membuat investasi kita terganggu, saya kira tidak,” ungkap Piter kepada Kontan.co.id, Minggu (11/12).
Baca Juga: PBB Soroti UU KUHP Indonesia yang Baru
Praktisi Hukum Jamaslin James Purba menyatakan, pengaturan pidana korporasi bukan hal baru dalam sistem hukum di Indonesia. Sebab, hal itu sudah ada sebelumnya dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Selain itu yang mengatur tindak pidana korporasi juga terdapat pada Pasal 39 UU Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, dan Pasal 24 UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
“Adanya pengaturan terkait pidana korporasi dalam UU KUHP baru, sebenarnya bukan hal baru di Indonesia dan tidak akan berpengaruh terhadap iklim investasi,” ujar James.
James menyebut, negara lain seperti Amerika Serikat juga mempunyai pengaturan tentang pidana korporasi. Amerika Serikat menetapkan bahwa suap oleh korporasi adalah tindakan illegal dan merupakan sebuah tindak pidana yang dapat dikenakan hukum sebagaimana Undang-undang Anti-bribery Foreign Corruption Practices Act (FCPA).
“Dalam satu kasus di negara Amerika Serikat kasus korporasi yang nilai tindak pidana penyuapannya hanya US$ 357.000,- atau lebih kurang setara dengan Rp 5 Miliar, telah divonis dengan hukum pidana denda fantastis sebesar US$ 88.000.000,- atau lebih kurang setara dengan Rp 1.232 Triliun,” ucap James.
Baca Juga: Hotman Paris Soroti Sejumlah Pasal dalam UU KUHP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News