kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,30   7,70   0.78%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini saran CITA untuk jaga tingkat kepatuhan pajak saat pandemi


Kamis, 22 Oktober 2020 / 20:57 WIB
Begini saran CITA untuk jaga tingkat kepatuhan pajak saat pandemi
ILUSTRASI. Wajib pajak berkonsultasi dengan petugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah,


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) telah menggerus penerimaan pajak. Kendati begitu, otoritas pajak musti bisa menjaga tingkat kepatuhan wajib pajak di tengah pandemi.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan setidaknya ada lima cara yang bisa dilakukan otoritas pajak untuk mendorong kepatuhan para wajib pajak.

Pertama, melalui transparansi dan belanja negara yang tepat. Orang akan terdorong untuk patuh jika ia tahu bahwa uang pajak yang ia bayarkan digunakan secara tepat, apalagi jika uang pajak yang ia bayarkan dapat dinikmati secara langsung.

“Jadi ada hubungan timbal balik antara tax payer dengan pemerintah. Ini akan patuh dengan sendirinya,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (22/10).

Baca Juga: IMF ingatkan soal kepatuhan pajak, ini langkah Ditjen Pajak

Kedua, perbaiki regulasi dan administrasi. Menurutnya, salah satu alasan mengapa wajib pajak enggan patuh karena adanya pandangan kalau pajak itu kompleks. “Kalau tidak mengerti caranya mana mungkin mereka mau bayar kan?,” kata Fajry.

Ketiga, sosialisasi yang komprehensif, ini juga aspek yang penting. Fajry mengibaratkan soal isu  pajak marketplace, banyak masyarakat yang tidak tau kalau mereka belanja online juga harus bayar pajak pertambahan nilai (PPN).

Bahkan ketika pemerintah ingin menjadi marketplace ini sebagai pemungut masih banyak yang menganggap pemerintah mengenakan jenis pajak baru, padahal tidak.  

“Begitu pula dengan pelaku merchant e-commerce, mereka nyatanya banyak yang tidak tau, ketika omzet mereka lebih dari threshold maka mereka harus memungut PPN. Begitu dapat Surat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kaget. Ini banyak terjadi. Makanya saya bilang, kalau isu sosialisasi ini masih menjadi pekerjaan besar,” ujar Fajry.

Keempat, menggunakan basis data untuk memetakan potensi. Tentunya data yang akurat. Dengan begitu akan terpetakan mana yang belum patuh.

Kelima, tentunya harus dibangun trust antara DJP dan wajib pajak. Sehingga ada kepercayaan dan patuh dengan sendirinya.

Sebagai info, International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya memperingatkan kepada negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah untuk menjaga kepatuhan para wajib pajak.

Baca Juga: Jaga daya beli, pemerintah percepat penyaluran dana PEN

IMF dalam laporannya yang berjudul Regional Economic Outlook; Middle East and Central Asia menyampaikan kepatuhan wajib pajak penting untuk dipertahankan ruang fiskal di tengah pandemi Covid-19. Sebab, bila kepatuhan rendah bisa jadi menggerus penerimaan pajak.

Adapun perkembangan realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-September 2020 baru Rp 720,62 triliun. Angka tersebut setara 62,61% dari outlook akhir tahun yang dipatok di angka Rp 1.198,82 triliun.

“Kepatuhan wajib pajak diperkirakan menurun akibat relaksasi batas pelaporan dan pembayaran pajak, keterbatasan kemampuan pegawai pajak, sehingga mengakibatkan turunnya kapasitas wajib pajak,” tulis IMF dalam laporannya yang dipublikasikan pada 20 Oktober 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×