Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
Oleh karena itu, perlu terobosan untuk melirik pemajakan yang berbasis atas konsumsi yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Darussalam hal ini bisa dilakukan dengan cara mengurangi sedikit demi sedikit pengecualian terhadap objek PPN. “Misalnya, mengurangi fasilitas-fasilitas PPN dan mengurangi ambang batas untuk pengusaha kena pajak,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (25/12).
Selain itu otoritas pajak juga perlu tetap memperluas basis pemajakan atas dasar pemajakan kekayaan, sebagai contoh memperkenalkan pajak atas warisan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan mesti tren kinerja korporasi belakangan membaik dan ada THR, tapi tidak semoncer tahun lalu. Sehingga, perluasan basis jumlah pajak perusahaan perlu ditingkatkan dan perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dapat menjadi cara pemerintah sepanjang Desember ini.
Baca Juga: Penerimaan pajak turun, gara-gara restitusi pajak?
“Dalam keadaan ekonomi yang melemah kuncinya ada di ekstensifikasi, memang agak sulit, butuh kerja ekstra, kalau hanya mengandalkan PPh saja pada saat ini,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Rabu (25/12).
Untuk itu, Darussalam meramal penerimaan pajak secara keseluruhan di akhir tahun 2029 dapat berkisar antara Rp 1.361 triliun-Rp 1.398 triliun. Artinya, penerimaan pajak akan berada di kisaran 86,3%-88,6% terhadap target sebesar Rp 1.577,6 triliun.
Namun, dalam skenario terburuk, DDTC memprediksi penerimaan hanya akan mencapai 83,5% dari target atau shortfall sekitar Rp 259 triliun.
Alasannya saat ini dari total penerimaan pajak, PPh non-migas masih mendominasi bersama PPN yang mana belum bisa mendongkrak penerimaan PPh migas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News