kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini penilaian sejumlah pakar terhadap posisi Mahfud MD sebagai Menkopolhukam


Rabu, 23 Oktober 2019 / 21:35 WIB
Begini penilaian sejumlah pakar terhadap posisi Mahfud MD sebagai Menkopolhukam


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Sosial Politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan, Mahfud MD layak menduduki posisi Menkopolhukam bukan hanya karena kapasitasnya, tetapi lebih karena Mahfud MD tidak punya beban sejarah terkait politik dan pelanggaran Hak Azasi Manusia. 

Kekurangan Mahfuzd MD lebih pada seberapa luas penguasaan dan jaringanya terkait pertahanan negara. "Kekurangan Mahfud mungkin bisa dilengkapi oleh Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan," ujar Ubedilah kepada Kontan, Rabu (23/10).

Baca Juga: Menkumham dan Jaksa Agung diisi parpol, Jokowi dinilai tak serius penegakan hukum

Sedangkan, Yasonna Hamonangan Laoly memiliki beban historis terkait namanya yang sempat disebut-sebut dalam kasus korupsi e-KTP dan memiliki masalah terkait dukungan dan perannya dalam revisi Undang-undang KPK yang melemahkan KPK.

"Sikap Yasonna berlawanan dengan kekuatan sipil pro demokrasi dan pro penguatan KPK," ungkap dia.

Ubedilah mengatakan, PR terberat Mahfud MD dan Yasonna Laoly adalah merumuskan regulasi yang antisipatif adaptif dan aspiratif sesuai perkembangan zaman. Kemudian menangani berbagai persoalan kejahatan kemanusiaan masa lalu hingga 5 tahun pemerintahan Jokowi.

"Serta problem konflik sosial yang terus terjadi di Papua," ungkap dia.

Pengamat Politik dari LIPI Dewi Fortuna menilai penunjukan Mahfud MD cocok sebagai Menko Polhukam sebagai pilihan yang bagus. Sebab, rekam jejak Mahfud terbilang bagus antara lain pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan Menteri Pertahanan.

Baca Juga: Mahfud MD mengaku baru tahu jadi Menko Polhukam sipil pertama

"Pengetahuan dan pengalaman pak Mahfud menunjang sebagai Menko Polhukam," ujar Dewi.

Hanya saja, Dewi meminta agar Mahfud dalam menjalankan agenda reformasi dengan baik. Pasalnya, indeks demokrasi Indonesia menurun saat ini. "Kita tidak mau kembali lagi orde baru jilid 2," ucap dia.

Selain itu, dalam bidang politik Indonesia tidak hanya berkutat pada konstelasi politik dalam negeri. Akan tetapi, juga aktif dalam politik internasional. Lebih lanjut, Dewi menilai sosok Mahfud dapat mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga di bawahnya dengan baik.

Dewi berharap, ke depannya dalam bidang keamanan, pemerintah lebih mengutamakan pendekatan humanis ketimbang pendekatan lainnya.

Baca Juga: Ketua MPR Bambang Soesatyo berharap menteri baru bisa bantu Jokowi

Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, yang penting bagi seorang menteri pertahanan adalah memahami lingkungan strategis pertahanan beserta enthitasnya.

Masalah pertahanan bukan hanya bicara pengadaan barang alutsista, tetapi juga pembangunan SDM dari berbagai komponen.

"Pengentasan masalah radikalisme, terorisme dan intoleransi juga hal yang penting diurus oleh Kemenhan. Pembangunan hubungan bilateral maupun multilateral kawasan pertahanan sudah barang tentu menjadi tanggung jawab Kemenhan," ujar dia.

Wanita yang kerap disapa Nuning ini mengatakan, dengan mencermati perkembangan lingkungan baik regional maupun global, maka kebutuhan kekuatan TNI harus digelar secara proporsional sesuai dengan eskalasi ancaman.

Bahkan kebutuhan gelar kekuatan TNI juga ditujukan untuk mengantisipasi bencana alam di berbagai daerah sehingga dibutuhkan reaksi kecepatan TNI yang harus hadir minimal 4 jam pasca terjadinya bencana.

"Juga masalah Papua bukan hal yang dapat diabaikan urusannya oleh Kemenhan. Apa yang sedang terjadi saat ini dapat dikatakan sebagai unintended consequence atas suatu dinamika relasi antara masyarakat dengan pemerintah daerah setempat. 

Baca Juga: Rupiah loyo ke Rp 14.060 per dolar setelah Jokowi umumkan Kabinet Indonesia Maju

Nuning menilai, kejelian aparat di lapangan membaca situasi dan kondisi sosial masyarakat Papua justru yang berhasil melokalisir permasalahan tidak berkembang menjadi ekses. Keberanian pimpinan TNI didukung pihak Polri merupakan kunci keberhasilan meredam berbagai hoax.

Ia mengatakan, defence shifting menjadi tema besar yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menhan baru. Sebab, banyak negara memberi kebijakan baru terkait defence shifting yang lebih mengarah kepada efisiensi operasi militer dihadapkan pada karakteristik ancaman.

Efisiensi operasi militer diaplikasikan dengan pemanfaatan teknologi terkini sehingga capaian operasi lebih efektif dengan sumber daya sehemat mungkin.

Baca Juga: Rupiah terkoreksi tipis sesaat setelah Jokowi umumkan Kabinet Indonesia Maju

"Teknologi terkini yang paling mendominasi defence shifting adalah Unmanned System baik UAV, USV maupun USSV. Berikutnya adalah prioritas cyber defence dalam semua bentuk peperangan pada semua tingkatan operasi militer," ujar dia.

Kedua macam teknologi tersebut, kata dia, mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus implementasi Hybrid Warfare. Karakteristik ancaman saat ini dan ke depan telah banyak berubah sehingga harus dihadapi dengan Hybrid Warfare.

"Pemahaman Defence Shifting harus menjadi pertimbangan utama Menhan baru guna melakukan transformasi di tubuh TNI menjadi kekuatan militer yang disegani di kawasan dengan mengoptimalkan para prajurit yang intelektual. Singkat kata, dalam program 100 hari Menhan baru, maka defence shifting harus dihadapi dengan meningkatkan kapabilitas dan kapasitas prajurit TNI. Lahirlah scholar warrior," ucap dia.

Sementara itu, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto berharap, penunjukan Burhanuddin sebagai Jaksa Agung dapat memperkuat institusi kejaksaan. Serta bersama polisi dan KPK bisa berjalan seiringan memberantas korupsi.

Baca Juga: Zainudin Amali menjadi menpora, Jokowi: Sepak bolanya, pak

ICW meminta, pengawasan internal diperkuat karena masih saja terdapat jaksa yang terjerat KPK agar citra kejaksaan di mata masyarakat kembali membaik.

"Sejauh ini rasanya nama kejaksaan tenggelam dibanding KPK makanya harus ada gebrakan dalam 100 hari ke depan. Bisa terkait perkara korupsi atau yang lain," tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×