Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (Covid-19) menimbulkan setidaknya tiga dampak terhadap perekonomian Indonesia, yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan. Untuk itu, pemerintah harus segera menyiapkan program dan kebijakan pemulihan secara cepat dan tepat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah. Ia bilang, dalam setiap langkah yang pemerintah ambil tersebut selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan.
Langkah pertama, program exit strategy yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru. Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketiga, reset dan transformasi ekonomi.
Baca Juga: Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja buat Indonesia paling maju se-ASEAN
“Reset menjadi penting karena berbagai sektor ekonomi sudah turun minus sehingga dari minus itu perlu dikembalikan ke 0, lalu dari 0 kita akan transformasikan agar berkembang menjadi positif,” ujar Airlangga dalam Seminar Nasional, Kamis (18/6).
Menko Airlangga menjelaskan, pandemi Covid-19 memberikan tekanan pada perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Semua indikator memberikan sinyal pelemahan ekonomi.
“Namun, saya mengingatkan bahwa kita ini sedang berada di situasi yang tidak normal. Ini penting agar kita semua mempunyai pemahaman yang sama bahwa kondisi yang terjadi saat ini adalah sama dengan 215 negara lain di dunia. Hampir seluruh negara di dunia masuk di dalam periode minus. Pandemi ini pun berdampak besar pada berbagai sektor perekonomian, ini yang membedakan dengan krisis di tahun 1998 dan 2008,” terangnya.
Tetapi, Indonesia memiliki resiliensi lebih kuat dari negara lain. Tiga negara yang masih relatif positif secara ekonomi adalah China, India, dan Indonesia. Selain itu, ekonomi Indonesia di tahun 2020 diprediksi masih di jalur positif, yaitu menurut proyeksi IMF akan tumbuh 0,5% dan menurut World Bank diperkirakan tidak tumbuh (0%).
”Kalau kita lihat di kuartal pertama Indonesia juga masih positif, tapi memang di kuartal kedua dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Indonesia diprediksi masuk di dalam jalur minus sekitar -3%,” kata Airlangga.
Airlangga bilang, di kuartal-2020, dari sisi konsumsi, yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5% menjadi 2,7%. Kemudian investasi tumbuh 1,7%, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3,7%.
Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur tumbuh 2,1% dan perdagangan 1,6%, namun pertanian ada di 0%. ”Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini. Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal,” jelas Airlangga.
Baca Juga: KPK merekomendasikan program Kartu Prakerja dikembalikan ke Kemenaker
Ia pun memberi gambaran, krisis akibat pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020. ”Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” imbuh Airlangga.
Namun, pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.
Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan.
”Tambang mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” kata Airlangga.
Baca Juga: Soal investasi asing, kini Indonesia juga terancam disalip Kamboja
Dari sisi penerimaan pajak sektoral, sektor pertambangan, transportasi, konstruksi dan real estate, perdagangan, manufaktur, serta keuangan mengalami penurunan.
”Jika sektor keuangan sudah terdampak, itu berarti membutuhkan langkah-langkah koordinasi pemerintah bersama BI dan OJK secara cepat. Dengan catatan, cepat dan tidak tersandung oleh aparat hukum,” tegas Menko Perekonomian.
Ia pun menyebut, ada beberapa sektor yang tertekan dampak Covid-19 namun mulai terjadi pembalikan arah seiring dengan pembukaan ekonomi, seperti otomotif dan distribusi bahan bangunan. “Memang terjadi penurunan dalam, namun ada sinyal membaik dan positif terkait dengan pembukaan ekonomi,” lanjutnya.
Dalam webinar yang diselenggarakan Hipmi yang bekerja sama dengan Kadin dan Apindo ini, Menko Airlangga pun menyinggung soal perkembangan Covid-19 di Indonesia.
“Ada standar global untuk warna wilayah. Hijau itu daerah aman, kuning itu sudah siap untuk dibuka, lalu daerah yang berbahaya itu warnanya merah, dan oranye itu bersiap-siap. Masing-masing kepala daerah di tingkat Gubernur yang menentukan wilayahnya sudah siap dibuka atau masih perlu ditutup. Kemudian seluruh data dikumpulkan di BNPB sehingga apabila ada second wave, daerah tersebut bisa ditutup kembali,” imbuh Airlangga.
Baca Juga: Sudah 75 WP dapat tax holiday, Airlangga: Rp 1.249,2 triliun investasi bisa terserap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News