Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan agar program Kartu Prakerja dialihkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Rekomendasi ini merupakan hasil dari kajian KPK terhadap banyaknya laporan yang masuk ke KPK soal sejumlah masalah yang muncul pada program Kartu Prakerja yang meluncur sejak akhir Maret 2020 lalu.
Deputi bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, KPK telah mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tertanggal 2 Juni 2020. Surat tersebut berisi tentang hasil kajian KPK terhadap program Kartu Prakerja beserta permasalahannya.
“Kami merekomendasikan agar implementasi program Kartu Prakerja dikembalikan ke Kemenaker. Hal Ini juga sudah dibahas dengan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pada 28 Mei 2020,” ujar dia, Kamis (18/6).
Adapun, rekomendasi KPK mengembalikan program Kartu Prakerja kepada Kemenaker karena dianggap sudah memiliki infrastruktur yang memadai.
Seperti diketahui, usai membentuk Kabinet Indonesia Maju, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung mulai bekerja merealisasikan sejumlah program kampanye, yakni tiga kartu sakti, yang slah satunya adalah Kartu Prakerja.
Dalam perencanaan awal, Kartu Prakerja ini akan menyasar 2 juta orang yang belum bekerja serta yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Desain program ini semua digarap oleh Kemenaker.
Namun, pandemi Covid-19 sedikit mengubah rencana pelaksanaan program Kartu Prakerja ini. Komando yang dipegang Kemenaker beralih ke Kementerian Koordinator bidang Perekonomian atas arahan Presiden Jokowi. Adapun, target pesertanya pun diutamakan bagi para korban PHK. Adapun. Alokasi anggaran program ini pun melonjak menjadi Rp 20 triliun.
Banyak persoalan
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexnder Marwata menyebut ada tujuh permasalahan yang menaungi pelaksanaan program Kartu Prakerja ini.
Pertama, data PHK yang dirilis Kemenaker bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ada 1,7 juta pekerja yang dirumahkan dan di-PHK. Namun, yang terdaftar program Kartu Prakerja secara daring sekitar 143.000 orang.
Kedua, ada anggaran yang tidak efisien sebesar Rp 30,8 miliar untuk fitur face recognition untuk pengenalan peserta program Kartu Prakerja. Pasalnya, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK0 dan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dianggap sudah memadai.
Ketiga, masalah yang sudah disorot dan sudah diduga sebelumnya, yakni keterlibatan delapan perusahaan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah. Adapun, KPK menemukan lima dari delapan perusahaan ini punya konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan.
KPK menilai pelatihan daring dalam program ini dianggap tak memenuhi kompetensi yang memedai. Dari total 1.895 pelatihan, hanya 13% yang memenuhi syarat dari sisi materi dan penyampaian secara daring.
Keempat, materi pelatihan tidak berbayar. Kajian KPK menyebut dari 1.895 materi pelatihan daring ini ternyata 89% tersedia di internet, termasuk di laman prakerja.go.id
KPK berpendapat pelatihan daring berpotensi fiktif dan tidak efektif sehingga merugikan keuangan Negara karena program pelatihan seperti ini bersifat satu arah dan tidak ada pengawasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News