Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Penerapan bea keluar mineral olahan yang sekarang ini menjadi perdebatan antara kalangan pemerintah dan pengusaha diakui bukan karena persoalan penerimaan yang ingin dikejar pemerintah. Pemerintah menerapkan bea keluar sebagai alat untuk memaksa pengusaha membangun smelter.
"(BK) hanya alat penekan supaya mereka membangun smelter," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Rabu (23/4).
Jadi, menurut Hidayat, kalau smelternya sudah dibangun maka bea keluar bisa dilakukan penyesuaian yaitu bisa dihapus atau direvisi secara bertahap. Pemerintah tidak mencari pendapatan tambahan dari bea keluar mineral mentah olahan.
Mengenai berapa bea keluar yang bisa diturunkan atau dilakukan penyesuaian, dirinya enggan berkomentar. "Saya hanya ditugaskan untuk membangun, untuk industrinya. Bea keluar ada di kementerian keuangan," tandasnya.
Dirinya menjelaskan pembangunan satu smelter bisa memakan biaya investasi sebesar US$ 1 miliar hingga US$ 1,2 miliar. Bukan hal mudah membangun smelter sehingga Kemenperin dalam hal ini tidak mengharapkan pembangunan smelter yang terlalu banyak.
Saat ini baru ada lima perusahaan yang mau merealisasikan pembangunan smelter. Satu smelter ada di Bintan dan Kalimantan, sedangkan dua smelter lainnya akan di Sulawesi. Rata-rata pembangunannya akan selesai pada tahun 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News