Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) diperkirakan melakukan pemangkasan suku bunga BI rate sebanyak dua kali atau 50 basis poin (bps) di tahun 2026.
Sebagaimana diketahui, BI sudah melakukan pemangkasan BI rate sebanyak 125 sejak awal tahun, sehingga BI-rate saat ini sebesar 4,75%.
Head of Macroeconomics and Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina menyampaikan, saat ini fokus fokus BI kemungkinan akan lebih seimbang antara mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas.
Ia menilai tekanan terhadap nilai tukar rupiah dalam beberapa minggu terakhir cukup besar, terutama terkait ketidakpastian arah kebijakan dan perubahan ekspektasi mengenai pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate (FFR), yang probabilitasnya disebut semakin besar hingga hampir 90%.
Baca Juga: Banjir di Sumatra Berpotensi Pangkas Pertumbuhan Ekonomi hingga 0,12%
Dian menambahkan, perkembangan tersebut perlu terus dicermati karena berdampak pada rupiah. Menurutnya, disisa akhir tahun ini, BI diperkirakan belum akan mengubah suku bunga acuannya, sehingga BI rate kemungkinan tetap bertahan di level 4,75%.
Ruang penurunan suku bunga, kata Dian, lebih terbuka pada 2026, dengan perkiraan dua kali penurunan suku bunga pada tahun tersebut.
“Tahun 2026 kita perkirakan 2 kali penurunan suku bunga,” tutur Dian dalam andiri Macro and Market Brief 4Q25, Rabu (3/12/2025).
Dia menambahkan, pasca pemangkasan BI-rate sebesar 150 bps sejak September 2024 lalu, seharusnya suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) dan suku bunga kredit juga ikut turun.
Melihat ke belakang, pada 2019 lalu sebelum pandemic Covid-19 terjadi, ketika terjadi periode penurunan suku bunga, transmisi kebijakan moneter berlangsung lebih cepat dibandingkan kondisi saat ini.
Pada waktu itu, BI-rate turun sekitar 150 bps dan suku bunga kredit ikut turun secara bertahap hingga 90 basis poin.
Namun, pada tahun ini, penurunan BI-rate baru mampu menurunkan suku bunga kredit sekitar 20 basis poin. Dian mengatakan, penyebabnya biasanya terkait dua faktor utama, yakni kondisi likuiditas dan persepsi pelaku pasar.
“Jadi mungkin ini hanya butuh waktu ya. Memang kita baru lihat tanda-tanda membaik ini bulan Oktober 2025 ya, persepsi keyakinan konsumennya sudah pulih. Artinya bank dan pelaku usaha juga akan merespon kondisi perbaikan ekonomi,” ungkapnya.
Baca Juga: Investasi 2025 Dinilai Lesu, Ekonom Dorong Deregulasi dan Insentif Pajak
Ke depan, Dian memperkirakan, dari sisi likuiditas akan terus berangsur akan membaik. Pihaknya memperkirakan akselerasi fiskal pada akhir tahun akan berlangsung lebih cepat.
Memasuki tahun kedua pemerintahan baru, realisasi fiskal diharapkan dapat berjalan lebih cepat pula. Menurutnya, dengan membaiknya kondisi likuiditas dan persepsi pasar, proses transmisi suku bunga dinilainya semestinya dapat berlangsung lebih cepat.
Dian menambahkan, BI telah mengumumkan insentif tambahan bagi perbankan yang menurunkan suku bunga lebih cepat, berupa tambahan likuiditas melalui pemotongan giro wajib minimum sebesar 0,5%.
Menurutnya, situasinya sudah cukup mendukung dan faktor-faktornya telah memadai, sehingga kini tinggal menunggu agar transmisi suku bunga dapat berjalan lebih cepat.
Selanjutnya: Tantangan Industri Sawit, Jamin Kesejahteraan Pekerja Hingga Hindari Pekerja Anak
Menarik Dibaca: Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini, Cek Peringatan Dini Cuaca Besok (4/12) dari BMKG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













