kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Banggar DPR Soroti Target Pertumbuhan Ekonomi Hingga Kemiskinan di RAPBN 2025


Selasa, 27 Agustus 2024 / 21:31 WIB
Banggar DPR Soroti Target Pertumbuhan Ekonomi Hingga Kemiskinan di RAPBN 2025
ILUSTRASI. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah?di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah secara resmi telah menyerahkan Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) Tahun 2025 pada tanggal 16 Agustus 2024 lalu.

RAPBN 2025 akan menjadi jembatan dua pemerintahan, yakni Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto yang secara resmi akan memimpin pemerintahan pada 20 Oktober 2024. Oleh karena itu, RAPBN 2025 harus menjadi titik pijak arah kebijakan pembangunan presiden terpilih.

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyoroti soal target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan yang dipatok di angka 5,2%.

Berkaca ke belakang, Said bilang, sejak 2015 hingga 2023, hanya sekali pertumbuhan ekonomi melampaui target APBN di tahun 2022, dari target 5,2%, dan berhasil mencapai 5,31%. 

Baca Juga: Pimpinan Banggar DPR: Persoalan Nilai Tukar Rupiah Selalu Buat Pening

"Kenyataan ini mengundang tanya, kenapa kita sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi?," ujar Said dalam keterangan resminya, Selasa (27/6).

Said mengungkapkan alasan mengapa pemerintah sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, Indonesia menghadapi berbagai persoalan struktural, mulai dari ekonomi biaya tinggi karena perizinan dan korupsi, ketidakpastian hukum, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum terampil, belum terjalin secara baik konektivitas antar wilayah dan menurunnya demokrasi. 

"Berbagai persoalan ini sudah kita bincangkan sudah lama sekali. Namun seolah belum  cukup energi untuk keluar sepenuhnya dari persoalan ini," katanya.

Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga selalu bergantung pada konsumsi domestik. Bahkan konsumsi domestik sebagai tempat gantungan perekonomian itu pun terancam menurun, seiring dengan turunnya kelas menengah Indonesia. 

Baca Juga: Lebih Optimistis dari RAPBN 2025, BI Proyeksi Rupiah di Level Rp 15.300-Rp 15.700

Sejak enam tahun lalu, Said menyebut, jumlah kelas menengah mengalami penurunan 8 juta jiwa. Padahal kelompok tersebut sebenarnya kelas penggerak konsumsi domestik.

Oleh karena itu, dirinya mendorong agar pemerintah lebih progresif menyelesaikan berbagai persoalan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi. 

Mengacu pada dokumen Visi Indonesia 2045, dibutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,4%. Menurut Said, asumsi ini sesungguhnya di level moderat, kalaulah Indonesia belum melangkah hingga 6%. 

Kemudian, Indonesia juga membutuhkan sejumlah modal penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4%. Di antaranya konsumsi domestik yang harus dijaga dengan inflasi yang terjaga rendah, investasi yang menopang pembukaan lapangan kerja baru, serta memberikan nilai tambah atas produk ekspor. 

"Setidaknya kita membutuhkan kontribusi investasi minimal 1,5%, dan ekspor 0,5% sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi tiap tahun. Dengan demikian tulang punggung permintaan bukan hanya konsumsi domestik," ujar Said.

Baca Juga: Jadi Pendorong Utama Ekonomi, Pemerintah Fokus Jaga Kelas Menengah

Di sisi lain, pada tahun 2025 pemerintah mengusulkan nilai tukar rupiah berada pada angka Rp 16.100 per dolar AS. Namun, Said mendorong agar nilai tukar rupiah bisa lebih rendah di level Rp 15.000 per dolar AS. 

"Kita yakin, dengan transformasi struktur ekspor yang lebih bernilai tinggi, dan menguat investasi, serta kebijakan bauran sistem pembayaran yang beragam dari sejumlah mata uang mitra dagang, akan membuat rupiah lebih kuat," jelasnya.

Pemerintah juga mengajukan tingkat bunga surat berharga negara (SBN) 10 tahun sebesar 7,1%. Dirinya menyebut, suku bunga SBN yang tinggi yang didapati telah menjelma menjadi beban tinggi. 

Jumlah kumulatif bunga utang sejak 2015 hingga 2023 senilai Rp 2.569,4 triliun. Dengan tingkat bunga government bond tertinggi dibanding negara peers maka membuat fiskal menjadi tidak sehat. 

Oleh karena itu, pemerintah harus mempelajari, dan mengembangkan best practice dari negara peers yang berada di level 1% hingga 3%. 

"Pimpinan Banggar DPR berharap, suku bunga SBN bisa lebih rendah dari usulan pemerintah di nota keuangan RAPBN 2025, setidaknya di rata rata 6,9%, dan ke depan di dorong bisa lebih rendah lagi, serta mengembangkan skema pembiayaan yang lebih murah," tegas Said.

Said juga menyoroti masalah menurunnya lifting minyak dan gas bumi yang terjadi setiap tahunnya. 

Ia menyebut, pada rentang waktu 2015-2023 jumlah kumulatif defisit perdagangan minyak mentah sebesar US$ 147,3 miliar. Hal ini terjadi lantaran produksi minyak mentah terus menurun, dan tingkat konsumsi semakin tinggi.

Baca Juga: Ekonom BSI Proyeksi BI Pertahankan Suku Bunga Acuan pada Pertemuan Agustus 2024

"Kita perlu mempertimbangkan untuk meletakkan target bauran energi baru dan terbarukan sebagai indikator strategis pembangunan dalam APBN.

Langkah ini untuk mengukur kebijakan transformasi energi kita tiap tahun, sebab akan memiliki pengaruh atas kebijakan fiskal ke depan," kata Said.

Sementara dari isu pembangunan, ia menyebut, menurunkan kemiskinan dan kesenjangan sosial harus diletakkan tinggi dalam konstitusi. Dengan demikian, agenda menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial harus diutamakan. 

Baca Juga: Ekonom Wanti-Wanti Risiko Bila BI Turunkan Suku Bunga di Agustus 2024

Pada pembicaraan pendahuluan antara Banggar DPR dan pemerintah menyepakati tingkat kemiskinan 7-8%, dan rasio gini 0,379 – 0,382, serta kemiskinan ekstrim nol persen. 

"Pimpinan Banggar DPR berharap menyepakati indikator kemiskinan dan rasio gini yang berada di angka bawah atas kesepakatan di atas," pungkas Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×