kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Baleg DPR Usul Metode Campuran untuk Pendidikan Kedokteran di RUU Kesehatan


Rabu, 16 November 2022 / 06:16 WIB
Baleg DPR Usul Metode Campuran untuk Pendidikan Kedokteran di RUU Kesehatan
ILUSTRASI. Baleg mengusulkan metode campuran (mix method) Pendidikan Kedokteran di Perguruan Tinggi dalam RUU tentang Kesehatan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengusulkan adanya metode campuran (mix method) Pendidikan Kedokteran di Perguruan Tinggi dalam RUU tentang Kesehatan. Yaitu, metode University Based dan Hospital Based. 

Metode Campuran yang dimaksud adalah para mahasiswa kedokteran tetap melakukan kontribusi pembayaran perkuliahan di perguruan tinggi tersebut, namun tetap bisa ikut magang di rumah sakit pendidikan tertentu dengan mendapatkan gaji.

“Menurut saya bahwa kalau kita buat 1-2 di university-based tetap ada sekalipun, tetap nanti proses magangnya juga di rumah sakit pendidikan,” ujar Supratman dalam keterangan pers, Selasa (15/11)

Baca Juga: RUU Kesehatan, Ini Masukan dari Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia

Meski demikian, menurutnya, sebaiknya tetap ada proses tertentu untuk melakukan magang. Sehingga mahasiswa dapat meraih predikat spesialis. 

Ia menjelaskan bahwa saat ini perguruan tinggi kedokteran kita tidak menganut sepenuhnya dengan university based secara murni.

Supratman menyoroti terkait distribusi dokter spesialis yang saat ini masih kurang. Dirinya menilai, hal itu kemungkinan disebabkan karena pembukaan jurusan spesialis dan subspesialis akan sangat tergantung kepada Kolegium. 

Diketahui, Kolegium adalah organisasi profesi cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

“Katakanlah (profesi) Ahli Penyakit Dalam. Itu untuk membuka spesialisasi dan subspesialis itu kadangkala mendapatkan kesulitan karena ada persaingan di antara kolegium ini penyakit dalam dan subspesialis lah,” jelas Supratman.

Baca Juga: Ini Masukan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia soal RUU Kesehatan

Adapun kemungkinan kesulitan lainnya, yakni karena di kolegium spesialis tertentu itu tidak ingin subspesialis tertentu lahir karena akan berdampak pada persaingan. Dirinya berharap dalam rapat tersebut, Baleg dapat mengetahui jawabannya.

“Katakanlah mungkin di (spesialis) Paru. Di beberapa universitas (kesulitan) itu terjadi ya. Saya dapatkan datanya yang valid bahwa sangat sulit membuka satu program subspesialis paru di universitas tertentu,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×