kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.919   11,00   0,07%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Bak film aksi, ini kronologi pelarian Eddy Sindoro dari KPK


Rabu, 07 November 2018 / 15:34 WIB
Bak film aksi, ini kronologi pelarian Eddy Sindoro dari KPK
ILUSTRASI. Pengacara Lucas ditahan KPK


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basir membacakan dakwaan dalam sidang perdana advokat Lucas yang diduga menghalangi proses penyidikan tersangka kasus suap Eddy Sindoro, Rabu (7/11) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Dari dakwaan yang dibacakan Jaksa Abdul, Lucas membuat siasat pelarian Edy macam film-film aksi. Terstruktur, melibatkan banyak pihak, menyelip beberapa suap, hingga melakukan sabotase.

Sebagai permulaan, Eddy yang merupakan petinggi Group Lippo ditetapkan jadi tersangka oleh KPK pada 23 Desember 2016. Ia diduga atas melakukan tindak penyuapan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution guna mengintervensi putusan terkait perkara-perkara yang dijalani perusahaan-perusahaan di bawah Lippo.

Dua tahun, keberadaan Eddy tak diketahui KPK. Hingga pada 16 Agustus 2018, Eddy tersangkut masalah penggunaan paspor palsu di Malaysia. Diputus bersalah ia akan dideportasi ke Indonesia. Di sini Lucas ambil bagian. Lucas susun siasat, agar Eddy gagal terjerat.

17 Agustus 2018, mengetahui Eddy akan dideportasi Lucas minta bantuan seorang bernama Dina Soraya. Niatnya agar sesampainya di Indonesia, Eddy bisa langsung diterbangkan kembali ke Bangkok, Thailand.

Dina jadi operator lapangan, yang bertugas menyukseskan kepergian Edy kembali setibanya. Ia menghubungi beberapa pihak guna meloloskan rencana. 20 Agustus 2018, pertama kaloi, Dina menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo. Bowo bersama Yulia Shintawati diberi tugas utama untuk menjemput Eddy seusai pesawat mendarat di Bandara Soekarno Hatta.

Rencananya, Eddy akan langsung dijemput di tempat parkir pesawat, dibawa Bowo untuk lekas berangkat ke Bangkok, tanpa perlu mencetak boarding pass, dan menjalani pemeriksaan imigrasi. Bowo diberi imbalan Rp 250 juta untuk tugasnya. Beberapa tugas tambahan kelak akan dilakukan Bowo.

25 Agustus 2018, Bowo diberi uang senilai S$ 33.000 untuk membeli tiket Edy bersama anaknya, Michael Sindoro, dan seorang bernama Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie. Kedua orang ini akan mengiringi Eddy ke Bangkok dari Jakarta.

28 Agustus 2018, Kejaksaan Malaysia merilis surat pengusiran Eddy. 29 Agustus 2018, Eddy dideportasi ke Indonesia. Ia menumpang Pesawat Air Asia AK 380 yang dijadwalkan tiba di Soekarno-Hatta pada pukul 08:00 WIB.

Mengetahui jadwal kedatangan Eddy, Bowo bergerak cepat. Ia memesan tiga tiket Garuda Indonesia GA 0866 untuk Eddy, Michael, dan Jimmy ke Bangkok dengan jadwal terbang pada 09:40 WIB.

Kemudian Bowo memerintahkan customer serevice Gapura M.Ridwan mencetak boarding pass tanpa perlu dilakukan pemeriksaan identitas Eddy, Michael, dan Jimmy. Bowo juga berkoordinasi dengan petugas Imigrasi di Soekarno-Hatta Andi Sofyar agar meloloskan pemeriksaan kepada ketiganya. Keduanya bisa diajak bekerjasama.

Air Asia AK 380 datang tepat waktu. Edy dan Yulia siap menjemput ketiganya di tempat parkir pesawat menggunakan mobil operasional Air Asia. Eddy keluar pesawat, boarding pass diberikan, mobil menuju ke terminal 3 Soekarno-Hatta tanpa melalui pemeriksaan imigrasi. 09:23 WIB ia terbang ke Bangkok menggunakan GA 0866.

Misi pelarian Eddy sukses, Bowo bagi-bagi uang. Yulia dapat Rp 20 juta, Ridwan dapat Rp 500.000 ditambah ponsel Samsung A6, Andi dapat Rp 30 juta, dan seorang yang tak disebutkan perannya dalam misi, yaitu David Yossua Rudingan dapat Rp 500.000.

Terkait penggunaan mobil Air Asia, Kontan.co.id telah berupaya menghubungi Head of Communication Air Asia Baskoro Adiwiyono. Namun ia belum merespon pertanyaan Kontan.co.id hingga berita turun.

Lelah mengejar Edy, KPK membidik Lucas. Pada 1 Oktober 2018 Lucas dan jadi tersangka. Ia didakwa melanggar pasal 21 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. Mengetahui Lucas ditangkap, 12 Oktober 2018 Edy menyerahkan diri ke KPK.

"Serangkaian perbuatan terdakwa dilakukan dengan maksud Eddy Sindoro selaku tersangka tindak pidana korupsi masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Eddy oleh penyidik KPK," sambung Abdul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×