kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Babak baru Serikat Pekerja BUMN vs Pelindo II


Senin, 28 Desember 2015 / 18:05 WIB
Babak baru Serikat Pekerja BUMN vs Pelindo II


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Perseteruan Pelindo II dengan para Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSPBB) masih terus bergulir. Yang terbaru, federasi pekerja itu telah menyurati bursa efek Singapura terkait kepemilikan Jakarta International Container Terminal (JICT).

Arief Poyouno, salah satu tim kuasa hukum FSPBB mengatakan, pengajuan surat tersebut dimaksudkan sebagai pemberitahuan kalau salah satu aset Hutchison Port Holdings Trust (HPHT) , yakni JICT tengah dalam sengketa.

Sekadar tahu saja, HPHT merupakan lini usaha Hutchison Port Holding, perusahaan yang mengelola JICT bersama Pelindo II. Adapun HPHT tercatat sebagai perusahaan yang melantai di Bursa Efek Singapura.

Dimana, dalam prospektus perusahaan tersebut menyebutkan JICT merupakan salah satu aset yang paling menguntungkan bagi perusahaan. "Maka dari itu kami mengirimkan surat ke sana agar mereka (Bursa Efek Singapura) mengetahui kalau salah satu aset Hutchison tengah dalam sengketa," ungkap Arief saat dihubungi KONTAN, Senin (28/12).

Sengketa itu ia jelaskan dengan adanya berbagai masalah hukum yang membelit. Mulai dari perpanjangan konsesi yang telah dibatalkan oleh DPR RI, serta dalam sengketa gugatan hukum untuk dibatalkan melalui Pengadilan Jakarta Pusat.

"Selain kepada Bursa Efek Singapura kami juga turut menyurati Bursa Efek Hong Kong untuk tujuan yang sama," tambah Arief.

Atas langkahnya tersebut pun, ia mengklaim telah mendapat balasan dari Bursa Efek Singapura. "Mereka menyebutkan informasi tersebut akan menjadi bahan analisa," akunya.

Yakin menang

Arief juga menyebutkan selepas ditetapkannya orang nomor satu Pelindo II RJ Lino sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pihaknya optimistis akan menang.

"Kami yakin akan menang pasalnya, sudah terbukti perpanjangan konsesi JICT itu sudah melanggar asas kepatutan," ungkap Arief.

Dimana, nilai yang didapat Pelindo II dari Hutchison terlalu rendah yakni hanya US$ 215. Padahal kapasitas volumenya sudah meningkat dua kali lipat menjadi 2,8 juta terus.

Ia juga menyampaikan, sebetulnya majelis hakim sangat mudah untuk memutuskan perkara ini. Pasalnya, perkara ini sudah memiliki tim investigasinya sendiri dari Pansus Pelindo DPR RI. Dimana, lanjutnya, DPR RI sendiri sudah menetapkan perpanjangan konsesi JICT itu terbukti merugikan negara.

Adapun saat ini perkara dengan nomor registrasi 349/PDT.G/2015/PN JKT.PST ini masih dalam tahap mediasi. Adapun hingga kini, belum ada kata sepakat di antara keduanya. Padahal mediasi telah berlangsung selama 19 hari.

Adapun dalam aturan persidangan majelis hakim memberikan waktu bagi para pihak untuk melakukan mediasi selama 45 hari. Kalaupun dalam mediasi tersebut gagal, maka persidangan akan dilanjutkan dengan memeriksa pokok perkara.

Sebelumnya, Arief pernah mengatakan bahwa pihaknya enggan berdamai. Pasalnya, pihaknya akan berdamai, jika Pelindo II bersedia untuk membatalkan perpanjangan konsesi JICTdengan Hutchison Port Holdings Limited. "Kalau dalam proses mediasi Pelindo II akan memutuskan kontrak dengan Hutchison kita baru akan damai," ungkap dia beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×