Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tiada hari tanpa obrolan pengampunan pajak (tax amnesty). Meski kemarin resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah tetap jalan terus. Bahkan empat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan teknis turunan Undang-Undang Tax Amnesty akan terbitkan pekan ini.
Memang, pelaksanaan tax amnesty selama sembilan bulan ke depan amat krusial. Selain menjadi penambal anggaran negara, program tax amnesty masih menyimpan sejumlah celah penyimpangan.
Jika tidak diawasi ketat, kebijakan ini hanya memperkaya pengemplang pajak dan merugikan kocek negara.
Pengamat pajak Yustinus Prastowo mengungkapkan, celah pertama yang harus diawasi adalah penggelembungan nilai utang oleh peserta tax amnesty. Penggelembungan nilai utang ini dilakukan demi menurunkan nilai uang tebusan yang akan dibayar kepada negara.
Maklum saja, pembayaran uang tebusan berdasarkan harta bersih, yakni nilai harta terbaru milik wajib pajak yang dilaporkan setelah dikurangi dengan utang wajib pajak.
Apalagi waktu pelaksanaan pengampunan pajak yang pendek dan terbatasnya pegawai pajak akan membuat proses verifikasi jumlah aset dan utang tidak bisa dilakukan secara detail.
Celah kedua dari sisi aparat pajak. Pemerintah perlu mengawasi penghentian penyidikan dan pemeriksaan oleh aparat pajak. Tanpa proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, penghentian penyidikan dan pemeriksaan pajak itu bisa merugikan negara.
"Jangan sampai pemeriksaannya dihentikan, tapi tidak ikut tax amnesty," kata Ronny Bako, pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Rabu (13/7).
Pengawasan itu penting karena tax amnesty menarik minat banyak pengusaha besar dan UKM. "Ini momentum yang baik bagi pengusaha UKM," kata Hendy Setiono CEO Baba Rafi Enterprise.
Sejauh ini, pemerintah menyadari sejumlah celah itu. Sumber KONTAN menyatakan, pemerintah telah membentuk tim pengawas pengampunan pajak yang dipimpin oleh Menko Ekonomi Darmin Nasution.
Tugas tim ini tidak hanya untuk menangkis gugatan di MK, melainkan juga mengawasi pelaksanaan tax amnesty.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, tak ada toleransi dalam pelaksanaan pengampunan pajak. Menurut Hestu, kebenaran laporan wajib pajak peserta tax amnesty akan dilihat benar-benar dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahun berikutnya.
"Yang tidak diperiksa tahun 2015 ke bawah. Data SPT 2016 bisa kami periksa, apakah utangnya ada data pendukungnya atau tidak," kata Hestu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News