Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perintah menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lebak diduga datang dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Atut dinilai berkepentingan agar pasangan calon yang diusung Partai Golkar, Amir Hamzah-Kasmin, memenangkan pemilihan kepala daerah di Lebak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah mengantongi bukti komunikasi aktif antara Atut dan Akil.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, Minggu (6/10/2013), penyidik terus melakukan pemeriksaan intensif terhadap tersangka yang juga menjadi saksi untuk tersangka satu sama lain.
Seperti diberitakan sebelumnya, kurang dari 24 jam seusai operasi tangkap tangan di sejumlah tempat, termasuk di rumah dinas Akil, Jalan Widya Chandra 3 Nomor 7, Jakarta Selatan, KPK menetapkan enam orang tersangka.
Salah satunya adalah Akil. Tersangka lain yang ditetapkan KPK adalah anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, pengusaha asal Palangkaraya Cornelis Nalau, pengacara Susi Tur Andayani, dan adik kandung Atut, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan.
Operasi tangkap tangan KPK ini terkait dengan dua kasus sengketa pilkada di MK, yaitu Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah; dan Kabupaten Lebak, Banten.
Terkait dugaan korupsi sengketa Pilkada Gunung Mas, Akil dan Chairun Nisa diduga berperan sebagai penerima suap, sementara pemberinya adalah Hambit dan Cornelis.
Sementara dalam sengketa Pilkada Lebak, Akil dan Susi diduga berperan sebagai penerima suap. Adapun pemberinya adalah Wawan.
KPK menduga perintah penyuapan datang dari Atut kepada adiknya, Wawan, yang merupakan tim sukses pasangan Amir-Kasmin. Dia diduga hendak menyuap Akil melalui Susi.
KPK menemukan uang sebesar Rp 1 miliar di rumah orangtua Susi di Tebet, Jakarta Selatan. Uang yang diduga berasal dari Wawan ini hendak diberikan kepada Akil.
Telusuri asal uang
Kemarin, Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten juga mendesak KPK untuk menelusuri asal-usul uang sebesar Rp 1 miliar yang digunakan Wawan. Penelusuran ini dirasa sangat penting untuk mengetahui motivasi serta keterlibatan pihak lain.
Jawara Banten merupakan gabungan dari Masyarakat Transparansi (Mata), Sekolah Demokrasi, Koalisi Guru Banten, Lingkar Madani Indonesia (Lima), Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Dalam pernyataan sikapnya, Jawara Banten juga mendesak KPK agar segera memeriksa Atut, baik dalam kapasitas sebagai Gubernur Banten maupun kakak dari tersangka Wawan. Hasil pemeriksaan terhadap Atut diyakini akan semakin mengurai kasus tersebut secara detail.
”Bahkan, dapat menguak kasus dugaan korupsi dalam penggunaan APBD di Provinsi Banten yang terjadi selama ini,” kata Ubay Ubaidilah dari MATA Banten.
Direktur Lima Ray Rangkuti juga mengingatkan, ”hilangnya” Atut setelah penangkapan Wawan mengharuskan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten mengambil tindakan tegas.
Jika Atut masih tetap mangkir tanpa alasan jelas, lanjut Rangkuti, DPRD harus segera menggelar rapat paripurna mengusulkan pelaksana tugas (Plt) gubernur. (Kompas cetak/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News