kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Aturan pajak e-commerce, DDTC: Yang diperlukan upaya kepatuhan saja


Selasa, 15 Januari 2019 / 18:47 WIB
Aturan pajak e-commerce, DDTC: Yang diperlukan upaya kepatuhan saja


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah sudah mengeluarkan aturan pajak atas transaksi di Sistem Elektronik (E-commerce) yang tercantum dalam PMK 210/2018.

Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji menilai, aturan ini sejalan dengan prinsip menjamin level playing field. Apalagi, dengan tidak adanya jenis dan tarif pajak baru bagi e-commerce.

Artinya tidak ada tarif yang berbeda bagi pelaku usaha yang berdagang secara konvensional, e-commerce atau media sosial. Tetapi, pelaku usaha harus tunduk terhadap ketentuan pajak yang berlaku secara umum.

Bawono mengakui, aturan yang dibahas dalam PMK 210/2019 ini memang lebih ditujukan untuk membahas prosedur dan tata cara administrasi atas transaksi e-commerce. Meski begitu, menurut Bawono, aturan khusus untuk perdagangan di media sosial tak juga dibutuhkan.

"Yang diperlukan adalah upaya untuk meningkatkan kepatuhan saja. Dalam hal kepatuhan atas transaksi via media sosial, sosialisasi dan edukasi justru sangat dibutuhkan," ujar Bawono kepada Kontan.co.id Selasa (15/1).

Bawono pun mengatakan, penegakan kepatuhan pajak untuk pelaku usaha yang berdagang via media sosial pun akan berbeda dengan platform e-commerce, baik dari sisi tujuan pendirian maupun dari sisi sejauh mana penyedia platform media sosial tersebut mengetahui detail transaksi ekonomi yang dilakukan penggunanya. Mengingat, penyedia platform media sosial tidak bisa melakukan rekapitulasi data transaksi pengguna maupun mewajibkan adanya kepemilikan NPWP atau NIK.

Menurut Bawono, menganalisis big data dan memantau media sosial dengan tujuan profiling wajib pajak adalah hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah.

"Jika kepatuhan pajak melalui media sosial tidak ditegakkan, memang terdapat risiko adanya peralihan transaksi melalui socmed," kata Bawono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×