Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pedoman investasi asing di industri film Indonesia segera terbit. Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang perfilman. Bila tidak ada aral melintang, ketentuan itu akan dirilis pada pekan depan.
Aturan teknis ini merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, yang diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Mei 2016 lalu.
Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Endah W. Sulistianti mengatakan, beberapa poin dalam isi Permendikbud tersebut berisi tentang insentif bagi dunia usaha di bidang perfilman. "Insentif merupakan keperpihakan negara dalam sebuah produksi perfilman," kata Endah, Kamis (21/7).
Ada beberapa bentuk insentif yang diusulkan untuk mendukung industri perfilman. Contohnya, fasilitas pajak penghasilan (PPh) oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu), insentif pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh pemerintah provinsi, serta kelonggaran pajak hiburan oleh pemerintah kota atau kabupaten.
Namun, pihak yang mendapat insentif tersebut tetap dibatasi dengan persyaratan yakni PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Produksi bersama (co-production) antara PMDN dengan Penanaman Modal Asing (PMA).
Khusus untuk jenis usaha pertunjukkan film, persyaratannya memenuhi minimal kuota layar tertentu di kota atau kabupaten tidak termasuk ibukota provinsi. Memenuhi 60% jam pertunjukkan per layar untuk film Indonesia dihitung per enam bulan.
Untuk usaha pengedaran film, kuota film yang ditayangkan adalah 60% film Indonesia dan 40% film impor. Untuk menghitung insentif yang akan diberikan itu, Bekraf mengusulkan dibuat adanya tabulasi berbasis poin.
Direktur Pemberdayaan Usaha Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Pratito Soeharyo mengatakan, dibukanya investasi asing disektor perfilman masuk akan memberikan dampak yang positif diantaranya mendorong pertambahan jumlah bioskop yang lebih merata.
Kesempatan pekerja film lokal untuk mendistribusikan hasil karyanya kepasar yang lebih luas. Sebagai sarana pariwisata Indonesia. Mendukung penyerapan tenaga kerja. "Dengan masuknya investor ke Indonesia akan memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan ekonomi," kata Pratito.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Sheila mengatakan, pihaknya mengharap agar insentif disektor perfilman diberikan mulai dari hulu hingga hilir. "Untuk perhitungan insentif, masih perlu hitungan-hitungan yang lebih detail lagi dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan lainnya," kata Sheila.
Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam, Sheila bilang Indonesia merupakan negara yang tidak memberikan insentif untuk dunia perfilman. Padahal minat untuk investasi sudah banyak.
Data-data industri perfilman Indonesia menurut BKPM
- Bioskop dan layar di Indonesia: 248 gedung dan 1118 layar.
- Lippo Group mendirikan jaringan bioskop Cinemaxx yang hingga kini sudah memiliki 69 layar dan 13 bioskop
- Jaringan bioskop Blitz Megaplex mencapai 115 layar dan 16 bioskop
- Bioskop 21,XXI, Premiere dan IMAX telah mencapai 821 layar dan 191 bioskop
- Bioskop independen mencapai 95 layar dan 26 bioskop
- Bioskop Platinum sebanyak 18 layar dan 4 bioskop
- 7 provinsi yang belum memiliki bioskop: Papua Barat, NTT, SUlawesi Barat, D.I Aceh, Maluku Utara, Kalimantan Utara, Bangka Belitung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News